Kudus, ANTARA JATENG - Mantan atlet bulu tangkis Indonesia Hariyanto Arbi berharap bulu tangkis bisa menjadi salah satu cara untuk mempersatukan bangsa dan membawa kejayaan Indonesia di tingkat internasional.
"Di dunia bulu tangkis, perbedaan agama, golongan dan ras merupakan hal biasa. Bahkan, perbedaan tersebut di dalam dunia bulu tangkis justru bisa tetap satu untuk membawa kejayaan Indonesia," ujar Hariyanto Arbi yang pernah meraih juara All England tahun 1993 dan 1994 itu di sela-sela kegiatannya sebagai anggota tim pemandu bakat audisi umum Djarum Beasiswa Bulutangkis 2017 di Kudus, Rabu.
Menurut dia, bulu tangkis juga bisa memberi contoh dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan toleransi keberagaman.
Bahkan, kata dia, meskipun berbeda suku, ras dan agama, namun atlet bulu tangkis dengan seluruh jiwa raganya berjuang mengharumkan nama bangsa dan negara.
Ia menyebutkan atlet ganda Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir merupakan pasangan yang berbeda suku, agama dan ras, namun keduanya berhasil meraih juara dunia.
"Tontowi beragama Islam dari suku Jawa, sedangkan Liliyana Natsir merupakan Suku Batak dan beragama Nasrani, namun keduanya bahu membahu dan bekerja sama membawa kejayaan Indonesia melalui bulu tangkis," ujarnya.
Ketika ditanya soal audisi bulu tangkis yang digelar Perkumpulan Bulutangkis (PB) Djarum, dia menilai, Indonesia memang tidak pernah kehabisan talenta-talenta berbakat.
Bahkan, kata dia, meskipun saat ini pesertanya usia 11 tahun dan 13 tahun, mereka ternyata memiliki kualitas permainan yang sangat bagus.
"Untuk menjadi juara, tidak cukup hanya memiliki bakat, melainkan membutuhkan kerja keras dan dukungan sejumlah pihak agar kelak menjadi juara," ujar salah satu legenda bulu tangkis yang dikenal dengan julukan "smash 100 watt" tersebut.
Langkah PB Djarum menyeleksi usia 11 tahun, kata dia, merupakan salah satu upaya membina bibit muda di bidang bulu tangkis sejak usia dini, sehingga saat usia tertentu diharapkan bisa menjadi juara.
Ia mengapresiasi orang tua peserta audisi yang bersedia mendampingi putera puterinya untuk berjuang meraih beasiswa bulutangkis PB Djarum.
"Bagi peserta yang belum berhasil, jangan patah semangat karena masa depan mereka masih panjang dan peluang menjadi yang terbaik masih besar," ujarnya.
Pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan disarankan untuk membuat kompetisi di bidang olahraga bulu tangkis semakin menarik minat generasi mudanya menekuni olahraga tersebut.
Saat ini, lanjut dia, tantangan generasi muda sangat berat, karena banyak permainan modern yang berpotensi membuat mereka kurang fokus dan daya juangnya lemah.
"Era sebelumnya, saat para legenda bulu tangkis ditempat menjadi atlet berprestasi, memang mendapatkan dukungan semua pihak, termasuk di lingkungan sekolah dan selalu banyak pihak yang memotivasi untuk menjadi yang terbaik," ujarnya.
"Di dunia bulu tangkis, perbedaan agama, golongan dan ras merupakan hal biasa. Bahkan, perbedaan tersebut di dalam dunia bulu tangkis justru bisa tetap satu untuk membawa kejayaan Indonesia," ujar Hariyanto Arbi yang pernah meraih juara All England tahun 1993 dan 1994 itu di sela-sela kegiatannya sebagai anggota tim pemandu bakat audisi umum Djarum Beasiswa Bulutangkis 2017 di Kudus, Rabu.
Menurut dia, bulu tangkis juga bisa memberi contoh dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan toleransi keberagaman.
Bahkan, kata dia, meskipun berbeda suku, ras dan agama, namun atlet bulu tangkis dengan seluruh jiwa raganya berjuang mengharumkan nama bangsa dan negara.
Ia menyebutkan atlet ganda Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir merupakan pasangan yang berbeda suku, agama dan ras, namun keduanya berhasil meraih juara dunia.
"Tontowi beragama Islam dari suku Jawa, sedangkan Liliyana Natsir merupakan Suku Batak dan beragama Nasrani, namun keduanya bahu membahu dan bekerja sama membawa kejayaan Indonesia melalui bulu tangkis," ujarnya.
Ketika ditanya soal audisi bulu tangkis yang digelar Perkumpulan Bulutangkis (PB) Djarum, dia menilai, Indonesia memang tidak pernah kehabisan talenta-talenta berbakat.
Bahkan, kata dia, meskipun saat ini pesertanya usia 11 tahun dan 13 tahun, mereka ternyata memiliki kualitas permainan yang sangat bagus.
"Untuk menjadi juara, tidak cukup hanya memiliki bakat, melainkan membutuhkan kerja keras dan dukungan sejumlah pihak agar kelak menjadi juara," ujar salah satu legenda bulu tangkis yang dikenal dengan julukan "smash 100 watt" tersebut.
Langkah PB Djarum menyeleksi usia 11 tahun, kata dia, merupakan salah satu upaya membina bibit muda di bidang bulu tangkis sejak usia dini, sehingga saat usia tertentu diharapkan bisa menjadi juara.
Ia mengapresiasi orang tua peserta audisi yang bersedia mendampingi putera puterinya untuk berjuang meraih beasiswa bulutangkis PB Djarum.
"Bagi peserta yang belum berhasil, jangan patah semangat karena masa depan mereka masih panjang dan peluang menjadi yang terbaik masih besar," ujarnya.
Pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan disarankan untuk membuat kompetisi di bidang olahraga bulu tangkis semakin menarik minat generasi mudanya menekuni olahraga tersebut.
Saat ini, lanjut dia, tantangan generasi muda sangat berat, karena banyak permainan modern yang berpotensi membuat mereka kurang fokus dan daya juangnya lemah.
"Era sebelumnya, saat para legenda bulu tangkis ditempat menjadi atlet berprestasi, memang mendapatkan dukungan semua pihak, termasuk di lingkungan sekolah dan selalu banyak pihak yang memotivasi untuk menjadi yang terbaik," ujarnya.