Semarang, ANTARA JATENG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku belum puas terhadap pencapaian penurunan angka kemiskinan sebesar 43 ribu jiwa di provinsi setempat.
"Sebenarnya kalau (penurunan angka kemiskinan) kita `keroyok` benar-benar, bisa lebih tinggi lagi, maka kemudian menurut saya, lho kok `anjloke sithik-sithik` (sedikit-sedikit), padahal saya butuh `anjloke rodo akeh, (turunnya agak banyak)" katanya di Semarang, Senin.
Ganjar menjelaskan bahwa Pemprov Jateng bersama pemerintah pusat dan pemerintah terus berupaya menurunkan jumlah penduduk miskin di tiap daerah, bahkan Badan Amal Zakat Nasional, tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), serta berbagai bentuk bantuan filantropis ikut diarahkan ke hal tersebut.
"CSR kita masukkan ke program RTLH (rumah tidak layak huni), apalagi sekarang Baznas juga cukup masif memberikan bantuan-bantuan, bahkan individu yang ingin membantu kita masukkan ke sana. Ini yang bisa kita lakukan," ujarnya.
Mantan anggota DPR RI itu menilai dari beberapa pihak yang ikut "keroyokan" dalam penanggulangan kemiskinan, kontribusi dari pemerintah kabupaten/kota di Jateng, sudah tinggi.
Pemkab/pemkot, kata Ganjar, menyediakan jaminan kesehatan, pendidikan, dan memberikannya pada masyarakat miskin dengan tepat, sedangkan peran "CSR" dirasa belum maksimal.
"Tahun lalu saat saya mencari CSR bank BUMN untuk `mengcover` pembiayaan Kartu Jateng Sejahtera, ternyata tidak ada yang tertarik. Akhirnya, KJS `dicover` Bank Jateng seluruhnya," katanya.
Berdasarkan data sensus sosial ekonomi secara nasional pada Maret 2017, Provinsi Jawa Tengah mencatatkan prestasi terbaik dalam menurunkan angka kemiskinan.
Pada periode September 2016 hingga Maret 2017, penduduk miskin di Provinsi Jateng berkurang 43 ribu jiwa.
Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, Margo Yuwono menambahkan, keberhasilan Jateng menurunkan angka kemiskinan terbanyak disebabkan pengendalian inflasi yang sangat baik.
Pada periode September 2016 hingga Maret 2017 inflasi tercatat 2,63 persen sehingga mampu menjaga garis kemiskinan sebesar 3,25 persen.
Jateng juga mampu menaikkan pendapatan per kapita dari Rp322.748 per bulan pada September 2016 menjadi Rp 333.224 per kapita per bulan pada Maret 2017.
Menurut dia, inflasi yang kecil pada September 2016 tersebut berpengaruh pada menurunnya angka kemiskinan di Jawa Tengah.
"Itu berpengaruh pada penurunan kemiskinan Jateng paling banyak se-Indonesia, turunnya 43 ribu jiwa, bahkan di Aceh tidak turun malah naik sangat banyak 31 ribu. Jadi faktor menjaga inflasi penting, juga faktor pendapatan yang mengangkat keluarga miskin keluar dari kemiskinan," ujarnya.
"Sebenarnya kalau (penurunan angka kemiskinan) kita `keroyok` benar-benar, bisa lebih tinggi lagi, maka kemudian menurut saya, lho kok `anjloke sithik-sithik` (sedikit-sedikit), padahal saya butuh `anjloke rodo akeh, (turunnya agak banyak)" katanya di Semarang, Senin.
Ganjar menjelaskan bahwa Pemprov Jateng bersama pemerintah pusat dan pemerintah terus berupaya menurunkan jumlah penduduk miskin di tiap daerah, bahkan Badan Amal Zakat Nasional, tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility), serta berbagai bentuk bantuan filantropis ikut diarahkan ke hal tersebut.
"CSR kita masukkan ke program RTLH (rumah tidak layak huni), apalagi sekarang Baznas juga cukup masif memberikan bantuan-bantuan, bahkan individu yang ingin membantu kita masukkan ke sana. Ini yang bisa kita lakukan," ujarnya.
Mantan anggota DPR RI itu menilai dari beberapa pihak yang ikut "keroyokan" dalam penanggulangan kemiskinan, kontribusi dari pemerintah kabupaten/kota di Jateng, sudah tinggi.
Pemkab/pemkot, kata Ganjar, menyediakan jaminan kesehatan, pendidikan, dan memberikannya pada masyarakat miskin dengan tepat, sedangkan peran "CSR" dirasa belum maksimal.
"Tahun lalu saat saya mencari CSR bank BUMN untuk `mengcover` pembiayaan Kartu Jateng Sejahtera, ternyata tidak ada yang tertarik. Akhirnya, KJS `dicover` Bank Jateng seluruhnya," katanya.
Berdasarkan data sensus sosial ekonomi secara nasional pada Maret 2017, Provinsi Jawa Tengah mencatatkan prestasi terbaik dalam menurunkan angka kemiskinan.
Pada periode September 2016 hingga Maret 2017, penduduk miskin di Provinsi Jateng berkurang 43 ribu jiwa.
Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, Margo Yuwono menambahkan, keberhasilan Jateng menurunkan angka kemiskinan terbanyak disebabkan pengendalian inflasi yang sangat baik.
Pada periode September 2016 hingga Maret 2017 inflasi tercatat 2,63 persen sehingga mampu menjaga garis kemiskinan sebesar 3,25 persen.
Jateng juga mampu menaikkan pendapatan per kapita dari Rp322.748 per bulan pada September 2016 menjadi Rp 333.224 per kapita per bulan pada Maret 2017.
Menurut dia, inflasi yang kecil pada September 2016 tersebut berpengaruh pada menurunnya angka kemiskinan di Jawa Tengah.
"Itu berpengaruh pada penurunan kemiskinan Jateng paling banyak se-Indonesia, turunnya 43 ribu jiwa, bahkan di Aceh tidak turun malah naik sangat banyak 31 ribu. Jadi faktor menjaga inflasi penting, juga faktor pendapatan yang mengangkat keluarga miskin keluar dari kemiskinan," ujarnya.