Semarang, ANTARA JATENG - Chief Business Officer PT Rifan Financindo Berjangka Teddy Prasetya menegaskan masyarakat yang hendak berinvestasi harus mendasarkan pada legalitas dan kelogisan tawaran investasi.

"Berinvestasi itu harus legal dan logis," katanya, saat menjadi pembicara sosialisasi dan edukasi mengenai perdagangan berjangka komoditi (PBK) dan simulasi transaksi PBK, di Semarang, Sabtu.

Sosialisasi itu merupakan kerja sama PT Rifan Financindo Berjangka dengan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan PT Kliring Berjangka Indonesia (SRI) sebagai "self regulatory organization (SRO).

Teddy menjelaskan syarat pertama berinvestasi adalah memastikan investasi atau lembaga yang menangani investasi itu legal dengan mengecek legalitasnya, termasuk perizinan-perizinan yang dimiliki.

"Sampai hari ini, hanya ada dua lembaga yang menerbitkan izin bagi penghimpunan dana masyarakat, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk lembaga `finance`, keuangan, dan sejenisnya," katanya.

Kemudian, kata dia, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang berada di bawah Kementerian Perdagangan untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang PBK, termasuk Rifan.

"Ada yang hanya memiliki surat izin usaha perdagangan (SIUP), tetapi tidak punya izin prinsip yang dikeluarkan lembaga itu, baik OJK maupun Bappepti. Makanya, cek legalitasnya," katanya.

Kedua, lanjut dia, mempertimbangkan kelogisan dari tawaran investasi yang diberikan, sebab kebanyakan investasi bodong menawarkan iming-iming, seperti keuntungan yang tidak logis.

"Begini, ada yang namanya `Ponzy Games`, yakni permainan uang. Kebanyakan investasi bodong menggunakan model `Ponzy Games` untuk mengelabui masyarakat untuk berinvestasi," katanya.

Ia mencontohkan tawaran umroh murah yang cukup dengan biaya Rp13-14 juta, sementara biaya standar untuk menunaikan umroh sekitar Rp20-22 juta sehingga tawarannya jelas tidak logis.

"Nasabah-nasabah awal tetap bisa berangkat umroh dengan hanya Rp13-14 juta dengan dana yang dihimpun dari nasabah itu, ditambah dana dari nasabah-nasabah baru yang masuk. Itu `Ponzy Games`," katanya.

Persoalannya, kata dia, ketika "member" baru semakin berkurang, uang masuk berkurang, dan "cashflow" bermasalah yang membuat nasabah-nasabah yang baru dirugikan karena duitnya sudah habis.

"Sebagian duit yang diputar itu, saya yakin juga digunakan oleh pengelola lembaga investasi bodong itu. Akhirnya, kasihan nasabah baru. Sudah menyetorkan uang, tetapi tidak ada kejelasan," katanya.

Oleh karena itu, Teddy mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai model investasi bodong, misalnya ada yang menawarkan investasi yang tidak memiliki risiko, tetapi pendapatan yang diperoleh tetap.

Sementara itu, Kepala Divisi Corporate Secretary BBJ Tumpal Sihombing mengatakan maraknya investasi bodong sebenarnya bergantung pada langkah penegakan hukum yang dilakukan pemerintah.

"Kalau `law enforcement`-nya kurang, saya yakin ke depan akan terus terjadi frekuensi perulangan di masa depan untuk model-model investasi bodong. Kalau ditindak tegas, ya, akan berkurang," pungkasnya.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor :
Copyright © ANTARA 2024