Kendal, ANTARA JATENG - Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Sadono menilai kericuhan yang terjadi di masyarakat sebenarnya bias dari konflik tingkat elite atau pemimpin.

"Masyarakat ricuh itu `kan sebenarnya dimulai dari konflik di tingkat para pemimpinnya," katanya, saat sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Rabu.

Konflik di tingkat elitd itu, kata anggota Dewan Perwakilan Daerah RI asal Jateng tersebut, kemudian membias ke masyarakat sehingga elite seharusnya mulai berlatih untuk tidak lagi mudah bertengkar.

Kalau para pemimpin sudah bisa memberikan keteladanan yang baik, lanjut dia, masyarakat atau rakyatnya tentu akan bersikap sama, termasuk dalam menghadapi segala perbedaan yang ada.

Mantan Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia itu mengajak masyarakat dan elite untuk belajar dari sejarah-sejarah kerajaan di Indonesia.

"Kenapa Kerajaan Singosari, misalnya hanya berusia 60 tahun? Karena pemimpinnya sering berkelahi. Negara cepat bubar kalau para pemimpinnya terus berkelahi," kata Ketua Badan Pengkajian (BP) MPR RI itu.

Di sisi lain, kata dia, Indonesia juga perlu bercermin dari negara-negara lain yang dianggap nyaman, seperti negara Skandinavia, meliputi Norwegia, Swedia, Denmark, serta Swiss.

"Persoalannya, ketidak sukaan itu yang kadang terus membikin konflik. Itu seperti sudah menjadi tradisi, misalnya antara gubernur baru dan mantan gubernur, wali kota dan wakilnya," katanya.

Terkadang, kata sosok kelahiran Blora, 30 Januari 1957 itu, pemimpin yang baru kerap menimpakan tanggung jawab terhadap persoalan yang terjadi dikarenakan pemimpin sebelumnya.

"Kemudian, program. Kalau memang sudah tidak suka, gagasan dulu sebaik apapun, ya, karena enggak suka sama orangnya (pemimpin sebelumnya, red.) jadi ditinggalkan," katanya.

Maka dari itu, Bambang mengajak seluruh elemen masyarakat, baik elite maupun tingkat bawah untuk sama-sama berpikir jernih dan bertindak arif demi kemajuan bangsa Indonesia.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor :
Copyright © ANTARA 2024