Jakarta, ANTARA JATENG - Peneliti keamanan siber, Kamis (25/5), menemukan
kerentanan dalam jaringan perangkat lunak yang digunakan secara luas
yang membuat puluhan ribu komputer berpotensi terhadap serangan serupa
dengan WannaCry, yang menginfeksi lebih dari 300.000 komputer di seluruh
dunia.
Reuters melaporkan bahwa Departemen Keamanan Dalam Negeri AS pada Rabu (24/5) mengumumkan kerentanan yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan komputer yang terkena dampak tersebut.
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mendesak pengguna dan administrator untuk menerapkan patch.
Rebekah Brown dari Rapid7, sebuah perusahaan keamanan dunia maya, mengatakan kepada Reuters bahwa belum ada tanda-tanda penyerang yang memanfaatkan kerentanan tersebut dalam 12 jam sejak diumumkannya penemuan tersebut.
Namun, dia mengatakan hanya membutuhkan waktu 15 menit bagi peneliti untuk mengembangkan malware yang dipakai untuk menggunakan kerentanan tersebut. "Yang ini nampaknya sangat, sangat mudah untuk dieksploitasi," kata dia.
Rapid 7 mengatakan telah menemukan lebih dari 100.000 komputer yang menjalankan versi perangkat lunak yang rentan, Samba, jaringan perangkat lunak gratis yang dikembangkan untuk komputer Linux dan Unix.
"Ada kemungkinan akan banyak lagi," kata dia.
Menurut Brown, sebagian besar komputer yang ditemukan menjalankan versi perangkat lunak yang lama dan tidak dapat ditambal.
Beberapa komputer tampaknya milik organisasi dan perusahaan, katanya, tapi kebanyakan adalah pengguna rumahan.
Brown mengatakan bahwa kerentanan tersebut berpotensi digunakan untuk membuat worm seperti worm yang memungkinkan WannaCry menyebar dengan cepat, namun hal itu memerlukan langkah ekstra bagi penyerang.
Peneliti keamanan siber percaya bahwa hacker Korea Utara berada di balik malware WannaCry, yang mengenskripsi data komputer korban dan meminta bitcoin sebagai pengganti kunci deskripsi, demikian Reuters.
Reuters melaporkan bahwa Departemen Keamanan Dalam Negeri AS pada Rabu (24/5) mengumumkan kerentanan yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan komputer yang terkena dampak tersebut.
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mendesak pengguna dan administrator untuk menerapkan patch.
Rebekah Brown dari Rapid7, sebuah perusahaan keamanan dunia maya, mengatakan kepada Reuters bahwa belum ada tanda-tanda penyerang yang memanfaatkan kerentanan tersebut dalam 12 jam sejak diumumkannya penemuan tersebut.
Namun, dia mengatakan hanya membutuhkan waktu 15 menit bagi peneliti untuk mengembangkan malware yang dipakai untuk menggunakan kerentanan tersebut. "Yang ini nampaknya sangat, sangat mudah untuk dieksploitasi," kata dia.
Rapid 7 mengatakan telah menemukan lebih dari 100.000 komputer yang menjalankan versi perangkat lunak yang rentan, Samba, jaringan perangkat lunak gratis yang dikembangkan untuk komputer Linux dan Unix.
"Ada kemungkinan akan banyak lagi," kata dia.
Menurut Brown, sebagian besar komputer yang ditemukan menjalankan versi perangkat lunak yang lama dan tidak dapat ditambal.
Beberapa komputer tampaknya milik organisasi dan perusahaan, katanya, tapi kebanyakan adalah pengguna rumahan.
Brown mengatakan bahwa kerentanan tersebut berpotensi digunakan untuk membuat worm seperti worm yang memungkinkan WannaCry menyebar dengan cepat, namun hal itu memerlukan langkah ekstra bagi penyerang.
Peneliti keamanan siber percaya bahwa hacker Korea Utara berada di balik malware WannaCry, yang mengenskripsi data komputer korban dan meminta bitcoin sebagai pengganti kunci deskripsi, demikian Reuters.