Semarang, ANTARA JATENG - Peraturan perundang-undangan mengenai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) lebih tepat berupa Ketetapan MPR RI daripada undang-undang, kata Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Diponegoro Semarang Teguh Yuwono.
Menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Rabu, Dr.Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin. mengatakan bahwa Ketetapan (Tap) MPR RI secara hierarki peraturan perundang-undangan di Tanah Air di atas undang-undang.
"Kalau hanya undang-undang, bukan merupakan kehendak rakyat, melainkan kehendak elite politik karena hanya pemerintah dan DPR RI yang membahas rancangan undang-undang hingga menjadi undang-undang," kata Teguh Yuwono.
Ia menekankan, "Kalau berupa Tap MPR RI, produk hukum ini merupakan kehendak rakyat karena pembahasannya tidak saja melibatkan pemerintah dan DPR RI, tetapi juga Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI."
Pernyataannya tersebut terkait dengan wacana bahwa bentuk peraturan perundang-undangan GBHN adalah undang-undang dengan merevisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 s.d. 2025.
Teguh menegaskan bahwa GBHN itu penting sebagai panduan pembangunan nasional. Hal ini mengingat sejak GBHN tidak ada, kesatuan dan pencapaiannya tidak jelas.
"Kalau hanya pakai RPJM (rencana pembangunan jangka menengah), siklusnya 5 tahunan, sedangkan GBHN siklusnya harus 30 tahunan sebagai penjabaran cita-cita rakyat," katanya.
Oleh karena itu, MPR RI harus bersidang setahun sekali, salah satunya membahasan Rancangan Ketetapan tentang GHBN.
"Apakah pembahasan Rancangan Ketetapan MPR RI tentang GBHN (bisa dikatakan) pintu masuk untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sekaligus penguatan fungsi dan peran DPD RI?" tanya Antara, Teguh menjawab, "Penguatan MPR sesungguhnya penguatan perwakilan rakyat, termasuk DPR dan DPD RI."
Dengan demikian, kata pakar ilmu pemerintahan Undip Semarang itu, adanya Garis-Garis Besar Haluan Negara, DPR dan DPD RI makin berwibawa dan bermartabat sebagai perwakilan rakyat.
"Jadi, MPR RI bermartabat sebagai penjelmaan rakyat, otomatis DPR dan DPD RI akan kuat dan bermartabat pula," katanya lagi.
Menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Rabu, Dr.Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin. mengatakan bahwa Ketetapan (Tap) MPR RI secara hierarki peraturan perundang-undangan di Tanah Air di atas undang-undang.
"Kalau hanya undang-undang, bukan merupakan kehendak rakyat, melainkan kehendak elite politik karena hanya pemerintah dan DPR RI yang membahas rancangan undang-undang hingga menjadi undang-undang," kata Teguh Yuwono.
Ia menekankan, "Kalau berupa Tap MPR RI, produk hukum ini merupakan kehendak rakyat karena pembahasannya tidak saja melibatkan pemerintah dan DPR RI, tetapi juga Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI."
Pernyataannya tersebut terkait dengan wacana bahwa bentuk peraturan perundang-undangan GBHN adalah undang-undang dengan merevisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 s.d. 2025.
Teguh menegaskan bahwa GBHN itu penting sebagai panduan pembangunan nasional. Hal ini mengingat sejak GBHN tidak ada, kesatuan dan pencapaiannya tidak jelas.
"Kalau hanya pakai RPJM (rencana pembangunan jangka menengah), siklusnya 5 tahunan, sedangkan GBHN siklusnya harus 30 tahunan sebagai penjabaran cita-cita rakyat," katanya.
Oleh karena itu, MPR RI harus bersidang setahun sekali, salah satunya membahasan Rancangan Ketetapan tentang GHBN.
"Apakah pembahasan Rancangan Ketetapan MPR RI tentang GBHN (bisa dikatakan) pintu masuk untuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sekaligus penguatan fungsi dan peran DPD RI?" tanya Antara, Teguh menjawab, "Penguatan MPR sesungguhnya penguatan perwakilan rakyat, termasuk DPR dan DPD RI."
Dengan demikian, kata pakar ilmu pemerintahan Undip Semarang itu, adanya Garis-Garis Besar Haluan Negara, DPR dan DPD RI makin berwibawa dan bermartabat sebagai perwakilan rakyat.
"Jadi, MPR RI bermartabat sebagai penjelmaan rakyat, otomatis DPR dan DPD RI akan kuat dan bermartabat pula," katanya lagi.