Batam, Kepulauan Riau, ANTARA JATENG - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Thomas Lembong, mengungkapkan lima kendala investasi di Indonesia yang mesti dipecahkan bersama-sama.
Lembong di Batam, Kepulauan Riau, Jumat, menjelaskan, kendala pertama adalah banyak peraturan yang menghambat datangnya penanam modal. "Regulasi, peraturan yang berlebihan, kualitas konsistensi regulasi," kata dia.
Ketiadaan kepastian hukum tetap membuat penanam modal ragu untuk mengembangkan usahanya di Indonesia, maka dibutuhkan upaya merampingkan peraturan.
Kendala kedua, adalah rezim perpajakan yang tidak memberikan ruang lebih kepada pengusaha. Akibatnya, penanam modal memilih untuk berinvestasi di daerah lain yang memberikan kemudahan perpajakan.
Dalam suatu kesempatan, kata dia, menteri keuangan menyampaikan ternyata dari total penerimaan pajak industri, 70 persen di antaranya berasal dari industri manufaktur. "Beban pajak manufaktur terlalu besar. Bagaimana industri manufaktur kita maju, padahal negara lain memberikan insentif," kata Lembong.
Lalu, kendala ketiga, kualitas SDM yang relatif masih rendah.
Untuk mengatasi kendala itu, maka pemerintah mendorong pemuda untuk menempuh pendidikan kejuruan, agar memiliki kemampuan khusus yang dibutuhkan dalam industri.
Dan hambatan keempat adalah masalah pertanahan di pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penanam modal yang tertarik untuk berinvestasi terkendala masalah sertifikasi, izin bangunan serta zonasi lahan.
Hambatan terakhir, adalah masalah infrastruktur sebagai pendukung utama dari industri.
Menurut Lembong, untuk mengatasi kendala itu, pemerintah giat membangun infrastruktur, mulai dari listrik, sarana angkut, air bersih dan pengumpulan sampah.
Di tempat yang sama, Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, mengatakan, kesulitan utama investasi adalah terlalu banyak jalur birokrasi. Bahkan, kata dia, untuk mengurus izin usaha, kadang dibutuhkan dokumen hingga dua koper dan proses perizinan hingga bertahun-tahun.
Lembong di Batam, Kepulauan Riau, Jumat, menjelaskan, kendala pertama adalah banyak peraturan yang menghambat datangnya penanam modal. "Regulasi, peraturan yang berlebihan, kualitas konsistensi regulasi," kata dia.
Ketiadaan kepastian hukum tetap membuat penanam modal ragu untuk mengembangkan usahanya di Indonesia, maka dibutuhkan upaya merampingkan peraturan.
Kendala kedua, adalah rezim perpajakan yang tidak memberikan ruang lebih kepada pengusaha. Akibatnya, penanam modal memilih untuk berinvestasi di daerah lain yang memberikan kemudahan perpajakan.
Dalam suatu kesempatan, kata dia, menteri keuangan menyampaikan ternyata dari total penerimaan pajak industri, 70 persen di antaranya berasal dari industri manufaktur. "Beban pajak manufaktur terlalu besar. Bagaimana industri manufaktur kita maju, padahal negara lain memberikan insentif," kata Lembong.
Lalu, kendala ketiga, kualitas SDM yang relatif masih rendah.
Untuk mengatasi kendala itu, maka pemerintah mendorong pemuda untuk menempuh pendidikan kejuruan, agar memiliki kemampuan khusus yang dibutuhkan dalam industri.
Dan hambatan keempat adalah masalah pertanahan di pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Penanam modal yang tertarik untuk berinvestasi terkendala masalah sertifikasi, izin bangunan serta zonasi lahan.
Hambatan terakhir, adalah masalah infrastruktur sebagai pendukung utama dari industri.
Menurut Lembong, untuk mengatasi kendala itu, pemerintah giat membangun infrastruktur, mulai dari listrik, sarana angkut, air bersih dan pengumpulan sampah.
Di tempat yang sama, Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, mengatakan, kesulitan utama investasi adalah terlalu banyak jalur birokrasi. Bahkan, kata dia, untuk mengurus izin usaha, kadang dibutuhkan dokumen hingga dua koper dan proses perizinan hingga bertahun-tahun.