Jakarta, ANTARA JATENG - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak lagi mewajibkan ketua RT dan RW untuk melaporkan berbagai masalah lingkungan melalui aplikasi pengaduan QLUE.

Menanggapi hal ini, ketua RT 12 Kelurahan Tomang, Jakarta Barat, Andri Yahya, menyambut baik hal ini mengingat masalah lingkungan tidak selalu ada setiap harinya.

"Ada bagusnya ada enggaknya juga. Bagus sih bagus tetapi tidak harus sehari sampai tiga kali wajib. Kita di sini kan RT-nya sedikit wilayahnya, kalau kita foto, lama-lama bahannya habis," kata Andri kepada Antara News, Rabu.

(Baca juga: Sejak Sumarsono menjabat, tingkat ketidakpuasan warga QLUE meningkat)

Ia mencontohkan, jika ada masalah lingkungan seperti sampah menumpuk atau saluran air tersumbat, pihak kelurahan segera turun tangan menyelesaikannya.

"Langsung ditangani, ya seminggu berikutnya kan sudah bersih. Yang penting itu aja, jangan sehari tiga kali, jadi kehabisan bahan kan," kata Andri.

Menurut dia, kewajiban mengirim tiga laporan sehari juga berpotensi terjadi kecurangan dengan merekayasa seolah-olah ada masalah. "Akhirnya kita jadi ngelakuin yang enggak benar," katanya.

(Baca juga: QLUE bantah aplikasinya ditutup)

Sementara itu ketua RT 002 Kelurahan Tomang, Sutikno Sutanto, juga menyambut baik penerapan kebijakan tersebut namun meminta agar biaya operasional untuk ketua RT tidak dikurangi.

"QLUE bagi saya ada mudahnya, cuma kalau tiap hari nyari itu, kayaknya enggak ada kerjaan. Kalau sehari tiga kali, kan tidak selalu ada masalah. Sehari sekali juga tidak apa-apa, itu juga sudah bagus. Tidak harus diwajibkan. Dan jangan mengurangi biaya operasional RT juga," ucapnya.

Namun, Sutikno tetap menyambut baik jika QLUE tetap digunakan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk menampung laporan masalah lewat telepon pintar itu.

"Saya tidak bilang itu jelek. Ada baiknya, kita menjadi mengikuti perkembangan zaman, mau enggak mau harus mengerti," ujar pria yang berprofesi sebagai akupuntur itu.

Pewarta : Try Reza Essra
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024