Purwokerto, Antara Jateng - Puluhan pedagang di Pasar Manis, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mulai mengimplementasikan transaksi nontunai dalam melayani pembeli guna mendukung Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT).

"Kami senang karena mendapat mesin EDC (Electronic Data Capture) untuk mempermudah layanan transaksi nontunai," kata salah seorang pedagang ikan asin, Nurjanah di Pasar Manis, Purwokerto, Rabu.

Ia mengatakan sejak melakukan uji coba penggunaan mesin EDC pada hari Jumat (21/10), sudah banyak transaksi nontunai yang dilakukan pembeli.

Kendati demikian, dia mengaku belum lancar dalam mengoperasikan mesin EDC tersebut.

"Saya masih harus belajar agar ke depan semakin lancar," katanya.

Menurut dia, penggunaan transaksi nontunai banyak keuntungannya karena pedagang tidak kerepotan mencari uang pecahan kecil untuk kembalian.

Pedagang lainnya, Trisno mengaku tidak khawatir akan menerima uang rusak maupun uang palsu dari pembeli karena transaksi dilakukan secara nontunai.

"Nilai minimal pembelian juga tidak dibatasi, Rp2.000 pun dapat dilayani karena ini (tempe, red.) harganya macam-macam, ada yang Rp400 per bungkus, ada yang Rp500, terus per kilogramnya Rp8.000. Jadi mempermudah transaksi dan kami tidak kesulitan mencari uang kecil untuk kembalian," kata pedagang tempe itu.

Salah seorang pembeli, Widyanarti mengaku baru mencoba bertransaksi secara nontunai menggunakan uang elektronik (e-money).

"Ternyata praktis, kalau sewaktu-waktu tidak membawa uang, saya bisa gunakan kartu ini untuk belanja di sini. Nilai transaksi sekecil apapun tetap dilayani," kata dia yang sedang membeli jamu dan pembayarannya menggunakan uang elektronik.

Menurut dia, hal itu berbeda dengan penggunaan kartu debet atau ATM (Anjungan Tunai Mandiri) yang dibatasi dengan nilai pembelian minimal.

Salah seorang pedagang yang belum mengimplementasikan transaksi nontunai, Sriyati mengaku tertarik untuk menerapkan transaksi nontunai.

"Rencananya ke depan, saya akan pakai transaksi nontunai karena dapat mengeliminasi peredaran uang palsu. Sementara ini masih menggunakan transaksi tunai," katanya.

Ia mengaku pernah dua kali menerima uang palsu dari pembeli berupa pecahan Rp20.000 dan Rp50.000.

"Kalau uang rusak, masih bisa ditukar ke bank. Namun kalau uang palsu, tidak bisa ditukar sehingga saya merugi," katanya.


Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024