Semarang, Antara Jateng - Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Diponegoro Semarang Dr.Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin. menyarankan agar pemerintah pusat segera menyalurkan dana alokasi umum ke pemerintah daerah yang tertunda sejak September 2016.

"Cross subsidy (subsidi silang) oleh pemerintah pusat melalui dana alokasi umum (DAU) adalah mutlak untuk keberlangsungan otonomi daerah," kata Teguh Yuwono di Semarang, Sabtu.

Teguh mengemukakan hal itu ketika menjawab pertanyaan seberapa besar pengaruh penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 125/PMK.07/2016 tentang Penundaan Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2016 dalam pelaksanaan otonomi daerah.

Dalam Permenkeu No. 125/PMK.07/2016, disebutkan bahwa dalam rangka pengendalian pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2016 terhadap penyaluran sebagian DAU Tahun Anggaran 2016 untuk 169 daerah sebesar Rp19,418 triliun dilakukan penundaan.

Dalam Permenkeu itu, disebutkan pula bahwa DAU yang sebagian penyalurannya ditunda itu dapat disalurkan kembali pada Tahun Anggaran 2016 dalam hal realisasi penerimaan negara mencukupi.

Teguh melanjutkan, "Jika penerimaan pajak pusat tidak tercapai, DAU turun atau tidak dicairkan, daerah akan terguncang. Pasalnya, anggaran salah satu kunci sukses dalam penyelenggaraan pemerintahan."
Apabila anggaran tidak tersedia atau terguncang, menurut Teguh, fungsi-fungsi utama pemda, yakni pembangunan, pelayanan, administrasi, dan pemberdayaan, tidak akan berhasil.


Pembangunan Terhambat
"Bagaimana mungkin urusan-urusan membangun untuk publik bisa dilaksanakan jika untuk urusan-urusan operasional kantor dan sumber daya manusia yang harus dibiayai oleh DAU tidak tersedia? Artinya, jika DAU tidak cair, pemerintahan dan pembangunan terhambat," katanya.

Menyinggung kemungkinan pemda di Jawa Tengah menutup uang yang dibutuhkan oleh DAU, menurut alumnus Flinders University Australia itu, tidak mungkin karena kebutuhan dan jumlah DAU itu relatif sangat besar.

"Apalagi, di Jateng tidak ada daerah yang mampu membangun dengan pendaptan asli daerah (PAD) sendiri karena PAD-nya sangat kecil. Rata-rata hanya di bawah 20 persen APBD," katanya.

Dari sejumlah daerah yang tercantum dalam Permenkeu itu, Pemerintah Provinsi Jateng termasuk daerah yang sejak September hingga Desember 2016 DAU-nya tertunda dengan nilai Rp84.190.668.921,00 per bulan.

Kabupaten/kota di Jateng yang DAU-nya juga mengalami penundaan, yakni Banjarnegara sebesar Rp26.525.266.358,00/bulan), Banyumas (Rp63.306.377.442,00/bulan), Cilacap (Rp62.679.708.698,00/bulan), dan Purbalingga (Rp24.371.367.910,00/bulan).

Berikutnya, Kabupaten Magelang(Rp29.304.757.024,00/bulan), Kota Magelang (Rp8.110.040.635,00/bulan), Purworejo (Rp34.068.258.478,00/bulan), Wonosobo (Rp22.852.311.816,00/bulan), Klaten (Rp33.622.740.902,00/bulan), Sukoharjo (Rp33.410.848.153,00/bulan).

Kota Semarang (Rp54.849.254.322,00/bulan), Kota Salatiga (Rp12.386.954.232,00/bulan), Kendal (Rp26.425.037.127,00/bulan), dan Demak (Rp24.678.432.630,00/bulan).

Daerah lainnya, Pati (Rp43.727.338.302,00/bulan), Rembang (Rp28.440.881.260,00/bulan), Tegal (Rp31.562.269.255,00/bulan), Kota Pekalongan (Rp8.276.178.990,00/bulan), dan Pemalang (Rp43.379.967.030,00/bulan).

Pewarta : -
Editor : D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024