Jakarta Antara Jateng - Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan akan tetap mengeksekusi terpidana mati kasus narkoba asal Filipina Mary Jane Veloso.
"Sering kita katakan bahwa kalaupun Mary Jane terbukti sebagai korban dari human trafficking di Filipina, tapi dia faktanya sudah tertangkap tangan menyelundupkan heroin ke wilayah hukum Republik Indonesia," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, Kejagung akan tetap menunggu proses hukum di Filipina, untuk menghormati proses hukum negara tetangga tersebut.
Sebelumnya, Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) mendesak kepada Presiden Joko Widodo untuk menghentikan eksekusi hukuman mati, termasuk kepada Mary Jane Veloso.
"Mary Jane hanya korban seperti halnya puluhan perempuan migran Indonesia yang juga sedang terancam hukuman mati di luar negeri. Apalagi kasus hukum di Filipina menuntut perekrut yang menjebaknya juga masih berlangsung," kata koordinator JBMI Sringatin melalui keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Selasa.
JBMI tidak menyepakati alasan yang digunakan Presiden Jokowi bahwa Presiden Duterte telah memberi izin untuk dijadikan dasar meneruskan rencana eksekusi mati Mary Jane.
Keputusan Presiden Jokowi tidak mempertimbangkan nasib 209 Buruh Migran Indonesia, 63 orang di antaranya adalah perempuan, yang sedang terancam hukuman mati di luar negeri.
"Pemerintah Indonesia telah mengadopsi Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sejak 2007. Maka sudah sewajibnya pemerintah menegakkan keadilan dan perlindungan bagi korban seperti Mary Jane, Merri Utami dan korban-korban lainnya sesuai amanat peraturan ini," jelas Sringatin.
"Sering kita katakan bahwa kalaupun Mary Jane terbukti sebagai korban dari human trafficking di Filipina, tapi dia faktanya sudah tertangkap tangan menyelundupkan heroin ke wilayah hukum Republik Indonesia," kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, Kejagung akan tetap menunggu proses hukum di Filipina, untuk menghormati proses hukum negara tetangga tersebut.
Sebelumnya, Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) mendesak kepada Presiden Joko Widodo untuk menghentikan eksekusi hukuman mati, termasuk kepada Mary Jane Veloso.
"Mary Jane hanya korban seperti halnya puluhan perempuan migran Indonesia yang juga sedang terancam hukuman mati di luar negeri. Apalagi kasus hukum di Filipina menuntut perekrut yang menjebaknya juga masih berlangsung," kata koordinator JBMI Sringatin melalui keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Selasa.
JBMI tidak menyepakati alasan yang digunakan Presiden Jokowi bahwa Presiden Duterte telah memberi izin untuk dijadikan dasar meneruskan rencana eksekusi mati Mary Jane.
Keputusan Presiden Jokowi tidak mempertimbangkan nasib 209 Buruh Migran Indonesia, 63 orang di antaranya adalah perempuan, yang sedang terancam hukuman mati di luar negeri.
"Pemerintah Indonesia telah mengadopsi Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sejak 2007. Maka sudah sewajibnya pemerintah menegakkan keadilan dan perlindungan bagi korban seperti Mary Jane, Merri Utami dan korban-korban lainnya sesuai amanat peraturan ini," jelas Sringatin.