Semarang, Antara Jateng - Znr, siswa penganut kepercayaan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 7 Semarang yang sempat gagal naik kelas, akhirnya bisa naik kelas atas fasilitasi berbagai pihak.
"Kami sudah melakukan koordinasi dengan Wali Kota Semarang menyikapi kasus tidak naiknya siswa penganut kepercayaan ini," kata Direktur LBH APIK Soka Handinah Katjasungkana di Semarang, Rabu.
Tidak naiknya siswa itu dikarenakan nilai pelajaran Pendidikan Agama Islamnya kosong, sebab yang bersangkutan tidak mau mengikuti pelajaran agama itu karena merasa sebagai penganut kepercayaan.
Bersama dengan komunitas penganut kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa (YME), LBH APIK melakukan pertemuan untuk menempatkan Znr di kelas XII, atau tetap naik kelas dan kembali bersekolah sebagaimana biasa.
Bahkan, Dinah, sapaan akrab Handinah menambahkan Znr sudah mulai bersekolah kembali pada Rabu (31/8) ini dan bisa mengikuti mata pelajaran untuk kelas XII, atau dinyatakan naik kelas.
Margono dari Gerakan Kemerdekaan Berketuhanan YME mengapresiasi kebijaksanaan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi untuk mengembalikan hak konstitusi dan hak asasi warga negara untuk berkeyakinan.
"Kami mendukung penuh wali kota yang telah mengambil kebijaksanaan dalam memenuhi hak anak atas pendidikan, dengan memberi kesempatan Znr naik kelas dan segera mengikuti pelajaran di kelas XII," katanya.
Kasus yang menimpa Znr, kata dia, harus dijadikan refleksi dengan dihapuskannya semua kebijakan yang diskriminatif dan konstitusional, serta langkah perbaikan ke depan dalam jaminan beragama dan berkepercayaan.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan persoalan yang menimpa Znr merupakan masalah prinsip, sebab pemerintah sudah mengakui hak masyarakatnya untuk berkeyakinan atau menganut kepercayaan.
"Jadi, kami di tingkat Kota Semarang ini, di tingkat daerah, juga menyesuaikan," kata Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi.
Artinya, kata dia, problem yang terjadi di SMK Negeri 7 Semarang itu terjadi karena belum adanya kurikulum dan matrikulasi mengenai mata pelajaran untuk aliran kepercayaan.
"Ya, harus segera disiapkan. Siswa ini (Znr, red.) dinyatakan tidak naik kelas karena tidak bisa mengikuti mata pelajaran aliran kepercayaan, sebab adanya mata pelajaran agama," katanya.
Maka dari itu, kata Hendi, Znr diberikan kesempatan untuk naik kelas XII karena nilai-nilai mata pelajarannya yang lain juga sudah sangat bagus, sembari mata pelajaran tersebut disiapkan.
"Kami sudah melakukan koordinasi dengan Wali Kota Semarang menyikapi kasus tidak naiknya siswa penganut kepercayaan ini," kata Direktur LBH APIK Soka Handinah Katjasungkana di Semarang, Rabu.
Tidak naiknya siswa itu dikarenakan nilai pelajaran Pendidikan Agama Islamnya kosong, sebab yang bersangkutan tidak mau mengikuti pelajaran agama itu karena merasa sebagai penganut kepercayaan.
Bersama dengan komunitas penganut kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa (YME), LBH APIK melakukan pertemuan untuk menempatkan Znr di kelas XII, atau tetap naik kelas dan kembali bersekolah sebagaimana biasa.
Bahkan, Dinah, sapaan akrab Handinah menambahkan Znr sudah mulai bersekolah kembali pada Rabu (31/8) ini dan bisa mengikuti mata pelajaran untuk kelas XII, atau dinyatakan naik kelas.
Margono dari Gerakan Kemerdekaan Berketuhanan YME mengapresiasi kebijaksanaan Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi untuk mengembalikan hak konstitusi dan hak asasi warga negara untuk berkeyakinan.
"Kami mendukung penuh wali kota yang telah mengambil kebijaksanaan dalam memenuhi hak anak atas pendidikan, dengan memberi kesempatan Znr naik kelas dan segera mengikuti pelajaran di kelas XII," katanya.
Kasus yang menimpa Znr, kata dia, harus dijadikan refleksi dengan dihapuskannya semua kebijakan yang diskriminatif dan konstitusional, serta langkah perbaikan ke depan dalam jaminan beragama dan berkepercayaan.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan persoalan yang menimpa Znr merupakan masalah prinsip, sebab pemerintah sudah mengakui hak masyarakatnya untuk berkeyakinan atau menganut kepercayaan.
"Jadi, kami di tingkat Kota Semarang ini, di tingkat daerah, juga menyesuaikan," kata Hendi, sapaan akrab Hendrar Prihadi.
Artinya, kata dia, problem yang terjadi di SMK Negeri 7 Semarang itu terjadi karena belum adanya kurikulum dan matrikulasi mengenai mata pelajaran untuk aliran kepercayaan.
"Ya, harus segera disiapkan. Siswa ini (Znr, red.) dinyatakan tidak naik kelas karena tidak bisa mengikuti mata pelajaran aliran kepercayaan, sebab adanya mata pelajaran agama," katanya.
Maka dari itu, kata Hendi, Znr diberikan kesempatan untuk naik kelas XII karena nilai-nilai mata pelajarannya yang lain juga sudah sangat bagus, sembari mata pelajaran tersebut disiapkan.