Semarang, Antara Jateng - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional III Jawa Tengah dan DIY menyatakan loyalitas nasabah bank perkreditan rakyat relatif tinggi sehingga bisa menjadi keuntungan bagi BPR.
"Nasabah memiliki loyalitas tinggi terhadap bank perkreditan rakyat (BPR)," kata Kepala OJK Kanreg III Jateng & DIY Panca Hadi Suryatno di Semarang, Minggu.
Menurut dia, biasanya dari awal mereka diberi penyaluran kredit dalam angka kecil, misalnya Rp5 juta. Setelah itu, diberi Rp7 juta, selanjutnya Rp10 juta. Begitu seterusnya sesuai dengan perkembangan usaha mereka.
Pada saat itu, kata Panca Hadi Suryatno, nasabah yang bersangkutan juga ditawari untuk menjadi debitur bank umum. Namun, karena dari awal sudah melalui pembiayaan BPR, biasanya mereka enggan untuk berpindah ke bank umum.
Meski memiliki nasabah dengan loyalitas tinggi, pihaknya berharap BPR dapat menawarkan produk dengan bunga kredit yang lebih rendah. Dengan begitu, debitur akan makin terbantu.
Untuk diketahui, mengacu pada aturan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), bunga kredit BPR maksimal 9,25 persen.
"Jadi, seharusnya maksimal bunga yang dibebankan kepada debitur di level tersebut, harapannya bisa lebih rendah," katanya.
Sementara itu, secara umum kinerja BPR di Jawa Tengah masih lebih baik daripada provinsi lain.
"Meski dari sisi jumlah BPR lebih sedikit, asetnya lebih tinggi dibandingkan BPR lain," katanya.
OJK mencatat, jumlah BPR di Jawa Tengah mencapai 252, sedangkan BPR Syariah (BPRS) sebanyak 26. Untuk aset BPR/S sebesar Rp23,9 triliun, dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp17,8 triliun dan kredit sebesar Rp18,9 triliun.
Secara "year on year" (yoy) atau tahunan, ada pertumbuhan kinerja. Secara perincian, untuk aset tumbuh 16,14 persen, dana pihak ketiga tumbuh 18,94 persen, dan kredit tumbuh 9,54 persen.
Jika dibandingkan dengan Jawa Barat yang jumlah BPR-nya lebih banyak, yaitu 292 BPR dan 29 BPRS, kinerja BPR/BPRS Jateng masih lebih baik.
Untuk diketahui, pada periode yang sama total aset BPR/BPRS di Jawa Barat sebesar Rp18,8 triliun, dana pihak ketiga Rp12,4 triliun, dan kredit sebesar Rp12,43 triliun.
Jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, pertumbuhan kinerja juga lebih rendah daripada BPR/BPRS Jawa Tengah, yaitu aset tumbuh 7,4 persen, dana pihak ketiga tumbuh 3,16 persen, dan kredit tumbuh 5,6 persen.
Selain memiliki nasabah dengan loyalitas tinggi, kata dia, dari sisi permodalan BPR di Jawa Tengah juga lebih baik. Untuk kualitas SDM dan potensi pasar juga lebih bagus.
"Dalam hal ini kami berkomitmen ingin mengawal mengingat perkembangan ke depan dari sisi daya saing akan makin berat," katanya.
"Nasabah memiliki loyalitas tinggi terhadap bank perkreditan rakyat (BPR)," kata Kepala OJK Kanreg III Jateng & DIY Panca Hadi Suryatno di Semarang, Minggu.
Menurut dia, biasanya dari awal mereka diberi penyaluran kredit dalam angka kecil, misalnya Rp5 juta. Setelah itu, diberi Rp7 juta, selanjutnya Rp10 juta. Begitu seterusnya sesuai dengan perkembangan usaha mereka.
Pada saat itu, kata Panca Hadi Suryatno, nasabah yang bersangkutan juga ditawari untuk menjadi debitur bank umum. Namun, karena dari awal sudah melalui pembiayaan BPR, biasanya mereka enggan untuk berpindah ke bank umum.
Meski memiliki nasabah dengan loyalitas tinggi, pihaknya berharap BPR dapat menawarkan produk dengan bunga kredit yang lebih rendah. Dengan begitu, debitur akan makin terbantu.
Untuk diketahui, mengacu pada aturan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), bunga kredit BPR maksimal 9,25 persen.
"Jadi, seharusnya maksimal bunga yang dibebankan kepada debitur di level tersebut, harapannya bisa lebih rendah," katanya.
Sementara itu, secara umum kinerja BPR di Jawa Tengah masih lebih baik daripada provinsi lain.
"Meski dari sisi jumlah BPR lebih sedikit, asetnya lebih tinggi dibandingkan BPR lain," katanya.
OJK mencatat, jumlah BPR di Jawa Tengah mencapai 252, sedangkan BPR Syariah (BPRS) sebanyak 26. Untuk aset BPR/S sebesar Rp23,9 triliun, dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp17,8 triliun dan kredit sebesar Rp18,9 triliun.
Secara "year on year" (yoy) atau tahunan, ada pertumbuhan kinerja. Secara perincian, untuk aset tumbuh 16,14 persen, dana pihak ketiga tumbuh 18,94 persen, dan kredit tumbuh 9,54 persen.
Jika dibandingkan dengan Jawa Barat yang jumlah BPR-nya lebih banyak, yaitu 292 BPR dan 29 BPRS, kinerja BPR/BPRS Jateng masih lebih baik.
Untuk diketahui, pada periode yang sama total aset BPR/BPRS di Jawa Barat sebesar Rp18,8 triliun, dana pihak ketiga Rp12,4 triliun, dan kredit sebesar Rp12,43 triliun.
Jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, pertumbuhan kinerja juga lebih rendah daripada BPR/BPRS Jawa Tengah, yaitu aset tumbuh 7,4 persen, dana pihak ketiga tumbuh 3,16 persen, dan kredit tumbuh 5,6 persen.
Selain memiliki nasabah dengan loyalitas tinggi, kata dia, dari sisi permodalan BPR di Jawa Tengah juga lebih baik. Untuk kualitas SDM dan potensi pasar juga lebih bagus.
"Dalam hal ini kami berkomitmen ingin mengawal mengingat perkembangan ke depan dari sisi daya saing akan makin berat," katanya.