Temanggung, Antara Jateng - Pemerintah Kota Magelang, Jawa Tengah membantah adanya uang APBD yang mengendap di bank sebanyak Rp1,1 triliun.
"Besar APBD saja tidak sampai Rp1 triliun. Kami sangat menyayangkan data yang diberikan kepada Presiden tidak valid dan sembrono," kata Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Kota Magelang Larsita di Magelang, Jumat.
Saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendalian Inflansi Daerah (TPID) VII yang dihadiri gubernur, bupati dan wali kota se-Indonesia di Jakarta, Kamis (4/8), Presiden Joko Widodo sempat menyebutkan dana pemerintah daerah yang mengendap di bank mencapai ratusan triliun. Salah satu daerah yang uangnya mengendap di bank adalah milik Kota Magelang Rp1,1 triliun.
Larsita mengatakan Kota Magelang setiap bulannya selalu melaporkan kondisi kas kepada Kemenkeu.
Kondisi kas saat ini, katanya sebagaimana laporan kepada Kemenkeu per 31 Mei 2016 untuk besarnya Rp266,2 miliar dan deposito sebesar Rp15 miliar. Kemudian, sisa anggaran berdasarkan hasil audit BPK sebesar Rp201 miliar, sehingga tidak benar jika uang yang mengendap di bank sebesar Rp1,1 triliun.
"Kami setiap bulan melaporkan kondisi kasda kepada Dirjen Pembangunan Daerah. Kami tidak tahu data yang diberikan kepada Presiden itu dari mana," katanya.
Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito saat menghadiri sidang paripurna di hadapan anggota DPRD Kota Magelang, mengatakan tidak perlu tergopoh-gopoh menanggapi apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo.
"Pemkot Magelang setiap bulannya selalu melaporkan, bahkan APBD tidak sampai Rp1 triliun. Tidak benarlah, jadi tidak perlu tergopoh-gopoh menanggapinya. Bu Wakil Wali Kota yang menghadiri acara tersebut sempat terkejut. Setelah dicek hanya ada Rp200 miliar untuk gaji dan Rp15 miliar yang ada di bank. Kami cukup paham," katanya.
Ia mengatakan apa yang disampaikan Presiden Jokowi yang menyebutkan uang mengendap di bank untuk Kota Magelang Rp1,1 triliun kemungkinan salah data.
Ia menuturkan selama belanja Januari-Agustus 2016, uang APBD tersebut telah digunakan, antara lain untuk belanja pegawai, kegiatan, belanja langsung dan tidak langsung sehingga secara logika uang telah berkurang.
"Besar APBD saja tidak sampai Rp1 triliun. Kami sangat menyayangkan data yang diberikan kepada Presiden tidak valid dan sembrono," kata Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) Kota Magelang Larsita di Magelang, Jumat.
Saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendalian Inflansi Daerah (TPID) VII yang dihadiri gubernur, bupati dan wali kota se-Indonesia di Jakarta, Kamis (4/8), Presiden Joko Widodo sempat menyebutkan dana pemerintah daerah yang mengendap di bank mencapai ratusan triliun. Salah satu daerah yang uangnya mengendap di bank adalah milik Kota Magelang Rp1,1 triliun.
Larsita mengatakan Kota Magelang setiap bulannya selalu melaporkan kondisi kas kepada Kemenkeu.
Kondisi kas saat ini, katanya sebagaimana laporan kepada Kemenkeu per 31 Mei 2016 untuk besarnya Rp266,2 miliar dan deposito sebesar Rp15 miliar. Kemudian, sisa anggaran berdasarkan hasil audit BPK sebesar Rp201 miliar, sehingga tidak benar jika uang yang mengendap di bank sebesar Rp1,1 triliun.
"Kami setiap bulan melaporkan kondisi kasda kepada Dirjen Pembangunan Daerah. Kami tidak tahu data yang diberikan kepada Presiden itu dari mana," katanya.
Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito saat menghadiri sidang paripurna di hadapan anggota DPRD Kota Magelang, mengatakan tidak perlu tergopoh-gopoh menanggapi apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo.
"Pemkot Magelang setiap bulannya selalu melaporkan, bahkan APBD tidak sampai Rp1 triliun. Tidak benarlah, jadi tidak perlu tergopoh-gopoh menanggapinya. Bu Wakil Wali Kota yang menghadiri acara tersebut sempat terkejut. Setelah dicek hanya ada Rp200 miliar untuk gaji dan Rp15 miliar yang ada di bank. Kami cukup paham," katanya.
Ia mengatakan apa yang disampaikan Presiden Jokowi yang menyebutkan uang mengendap di bank untuk Kota Magelang Rp1,1 triliun kemungkinan salah data.
Ia menuturkan selama belanja Januari-Agustus 2016, uang APBD tersebut telah digunakan, antara lain untuk belanja pegawai, kegiatan, belanja langsung dan tidak langsung sehingga secara logika uang telah berkurang.