Bengkulu, Antara Jateng - Kementerian Agama RI meminta dinas kependudukan dan pencatatan sipil di daerah-daerah untuk melakukan verifikasi ulang terhadap pemeluk agama Konghucu.
Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Agama Konghucu Kemenag RI Emma Nurmawati Hadian di Bengkulu, Selasa, mengatakan Kemenag RI membutuhkan akurasi data pemeluk Konghucu agar bimbingan yang ditujukan kepada pemeluknya bisa dilakukan dengan baik.
"Kami bukan meragukan tentang jumlah yang telah dirilis yakni sebanyak 117 ribu orang, tetapi kita butuh data yang akurat untuk menentukan program yang tepat," kata dia.
Secara umum kata dia, salah satu kelemahan dan menjadi kurang efisiennya program pelayanan hak sipil bagi masyarakat Konghucu karena data pemeluk yang belum akurat.
"Termasuk mengenai perencanaan penganggaran, jika data akurat ketika kita mengajukan kenaikan anggaran untuk pelayanan masyarakat Konghucu tentunya akan dapat direspon secara memadai," katanya.
Kehadiran agama Konghucu kata dia, bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 PNPS 1965 menjelaskan bahwa penganut agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha termasuk Konghucu berhak mendapatkan pelayanan khusus dari negara.
"Oleh karena itu, penganut Konghucu berhak mendapatkan pelayanan hak sipil seperti penganut lainnya seperti pelayanan pendidikan, kependudukan, pernikahan dan lainnya," kata Emma.
Dari sisi regulasi agama Konghucu katanya, tidak lagi bermasalah, yang menjadi permasalahan kata dia, yakni pada tataran implementasi di lapangan.
"Masih ada yang belum memberikan pelayanan maksimal, kami meminta instansi terkait tentang pelayanan sipil untuk memenuhi pelayanan hak sipil penganut saudara kita yang Konghucu," ujarnya.
Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Agama Konghucu Kemenag RI Emma Nurmawati Hadian di Bengkulu, Selasa, mengatakan Kemenag RI membutuhkan akurasi data pemeluk Konghucu agar bimbingan yang ditujukan kepada pemeluknya bisa dilakukan dengan baik.
"Kami bukan meragukan tentang jumlah yang telah dirilis yakni sebanyak 117 ribu orang, tetapi kita butuh data yang akurat untuk menentukan program yang tepat," kata dia.
Secara umum kata dia, salah satu kelemahan dan menjadi kurang efisiennya program pelayanan hak sipil bagi masyarakat Konghucu karena data pemeluk yang belum akurat.
"Termasuk mengenai perencanaan penganggaran, jika data akurat ketika kita mengajukan kenaikan anggaran untuk pelayanan masyarakat Konghucu tentunya akan dapat direspon secara memadai," katanya.
Kehadiran agama Konghucu kata dia, bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 PNPS 1965 menjelaskan bahwa penganut agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha termasuk Konghucu berhak mendapatkan pelayanan khusus dari negara.
"Oleh karena itu, penganut Konghucu berhak mendapatkan pelayanan hak sipil seperti penganut lainnya seperti pelayanan pendidikan, kependudukan, pernikahan dan lainnya," kata Emma.
Dari sisi regulasi agama Konghucu katanya, tidak lagi bermasalah, yang menjadi permasalahan kata dia, yakni pada tataran implementasi di lapangan.
"Masih ada yang belum memberikan pelayanan maksimal, kami meminta instansi terkait tentang pelayanan sipil untuk memenuhi pelayanan hak sipil penganut saudara kita yang Konghucu," ujarnya.