"Sistem resi gudang tidak efektif untuk kondisi seperti sekarang dan jumlah kelompok tani yang mempraktikkannya sangat sedikit," kata Anggota Komisi B DPRD Jateng Riyono di Semarang, Senin.
Menurut dia, sistem resi gudang bukan suatu solusi untuk meningkatkan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras dari para petani.
"Kalau mau serapan gabah dan beras dari petani meningkat, maka HPP-nya harus dievaluasi, kalau HPP sama dengan tahun kemarin ya percuma," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Ia mengaku pesimistis target penyerapan gabah dan beras 615 ribu ton oleh Perum Bulog Jateng pada 2016 bisa tercapai, apalagi target tahun sebelumnya juga tidak tercapai.
"Tahun 2015 hanya terserap 87 persen dari target 505 ribu ton gabah dan beras, sehingga kalau HPP-nya tidak ada perubahan ya bisa jadi (penyerapannya, red.) lebih rendah karena petani tidak mau jual gabahnya ke Perum Bulog," katanya.
Terkait dengan kultur yang ada di Jateng, kata dia, para petani cenderung tidak langsung menjual semua gabah dan beras hasil panen.
"Kalau disimpan di gudang (Dengan sistem resi gudang, red.), petani tidak bisa setiap saat menjual gabah dan beras hasil panen, kadang petani itu menjual beberapa ton untuk kebutuhan hidup sehari-hari," ujarnya.
Sistem resi gudang merupakan salah satu instrumen yang dapat dimanfaatkan para petani, kelompok tani, gapoktan, koperasi tani, maupun pelaku usaha baik pedagang, prosesor, dan pabrikan sebagai suatu instrumen tunda jual dan pembiayaan perdagangan karena dapat menyediakan akses kredit bagi dunia usaha dengan jaminan barang atau komoditas yang disimpan di gudang.
Sistem resi gudang diharapkan dapat mendorong stabilisasi harga dengan memberikan kepastian kualitas dan kuantitas komoditas barang yang disimpan, mendapatkan harga yang lebih baik atau menunda waktu penjualan.
Dengan sistem resi gudang, para petani mendapatkan pembiayaan bunga rendah dengan cara tepat yang lebih mudah, serta mendorong berusaha secara kelompok sehingga meningkatkan posisi tawar.
Menurut dia, sistem resi gudang bukan suatu solusi untuk meningkatkan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras dari para petani.
"Kalau mau serapan gabah dan beras dari petani meningkat, maka HPP-nya harus dievaluasi, kalau HPP sama dengan tahun kemarin ya percuma," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Ia mengaku pesimistis target penyerapan gabah dan beras 615 ribu ton oleh Perum Bulog Jateng pada 2016 bisa tercapai, apalagi target tahun sebelumnya juga tidak tercapai.
"Tahun 2015 hanya terserap 87 persen dari target 505 ribu ton gabah dan beras, sehingga kalau HPP-nya tidak ada perubahan ya bisa jadi (penyerapannya, red.) lebih rendah karena petani tidak mau jual gabahnya ke Perum Bulog," katanya.
Terkait dengan kultur yang ada di Jateng, kata dia, para petani cenderung tidak langsung menjual semua gabah dan beras hasil panen.
"Kalau disimpan di gudang (Dengan sistem resi gudang, red.), petani tidak bisa setiap saat menjual gabah dan beras hasil panen, kadang petani itu menjual beberapa ton untuk kebutuhan hidup sehari-hari," ujarnya.
Sistem resi gudang merupakan salah satu instrumen yang dapat dimanfaatkan para petani, kelompok tani, gapoktan, koperasi tani, maupun pelaku usaha baik pedagang, prosesor, dan pabrikan sebagai suatu instrumen tunda jual dan pembiayaan perdagangan karena dapat menyediakan akses kredit bagi dunia usaha dengan jaminan barang atau komoditas yang disimpan di gudang.
Sistem resi gudang diharapkan dapat mendorong stabilisasi harga dengan memberikan kepastian kualitas dan kuantitas komoditas barang yang disimpan, mendapatkan harga yang lebih baik atau menunda waktu penjualan.
Dengan sistem resi gudang, para petani mendapatkan pembiayaan bunga rendah dengan cara tepat yang lebih mudah, serta mendorong berusaha secara kelompok sehingga meningkatkan posisi tawar.