Dalam ujian meraih gelar doktor yang dilangsungkan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI Depok, Jabar, Selasa, Fentiny Nugroho MA, PhD sebagai penguji mengatakan baru kali ini sebuah disertasi ditulis dengan kepala, tangan dan hati.
"Ini disertasi pertama kali yang ditulis dengan head, hand and heart. Saya mengapresiasi pembaruan penulisan disertasi seperti ini," katanya dalam sidang ujian doktor yang dipimpin Dekan FISIP UI Arie Setiabudi Soesilo.
Pujian serupa diberikan Prof Dr Gumilar Rusliwa Somantri, yang juga penguji disertasi. Menurut Gumilar, disertasi Mohamad Sobary menghadirkan pendekatan baru dalam penulisan disertasi, yang ditulis dengan semangat berpuisi.
Namun, tambahnya, penulisan disertasi yang demikian dapat menimbulkan kekhawatiran akan banyaknya intepretasi peneliti terhadap fakta di lapangan sehingga tidak menghadirkan realitas yang diteliti.
Dalam menjawab kekhawatiran penguji tentang banyaknya intepretasi atas fakta lapangan itu, Sobary mengatakan, yang dibeberkan adalah apa yang disuguhkan oleh petani tembakau di temanggung yang ditelitinya.
"Tak ada yang disampaikan melampaui apa yang disajikan dalam fakta-fakta di lapangan," katanya.
Dalam orasi ringkasnya menjelang sesi tanya jawab, Sobary yang meraih predikat sangat memuaskan dalam mempertahankan disertasinya itu menguraikan latar belakang penelitiannya terhadap petani tembakau Temanggung yang mulai terancam dengan kuluarnya UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang bertujuan mengendalikan produk olahan tembakau.
"Keterancaman itu melahirkan perlawanan petani. Perlawanan itu dilakukan lewat aksi puitik. Puitik di sini tidak sebatas dalam wujud puisi. Tapi dengan berbagai wujud seperti tari, ritual penyalaan dupa, persembahan warna warni bunga," katanya.
Sobary mengatakan penelitiannya terhadap petani tembakau di Temanggung bertujuan memperoleh informasi mengenai kompleksitas gerakan perlawanan petani dengan meninjau latar belakang dan mendalami ekspresi ideologis, gagasan, perasaan dan sikap maupun segenap tindakan para petani itu.
Menurut Sobary, petani melakukan perlawanan bukan semata untuk merebut kembali hak-hak hidup mereka sebagai wujud perjuangan politik untuk kesejahteraan yang hanya berlaku di dalam suatu komunitas kecil, sekecil Kabupaten Temanggung, tapi tanpa disadari tuntutan mereka untuk memperoleh keadilan dalam kebijakan publik sehingga menjadi semakin luas, yaitu untuk memperjuangkan secara lebih substansial pelaksanaan demokrasi di negeri ini.
Sobary menambahkan, petani telah memperlihatkan bahwa tradisi agung yang terakumulasi dalam mitologi, nilai-nilai puitik dan ingatan kolektif bisa menjadi senjata perlawanan terhadap kekuatan negara dan industri.
"Pertarungan itu masih berlanjut, belum diketahui pemenangnya," kata Sobary yang menulis esai-esai klasik puitik dalam "Kang Sejo Melihat Tuhan" itu.
Prof Dr Bambang Shergi Laksmono yang bertindak sebagai promotor dalam kesempatan itu mengatakan: "Pak Sobari tak perlu dipromosikan lagi. Lalu apa tugas saya sebagai promotor? Saya bukan promotor tapi saksi atas perjalanan dan pergulatan Pak Sobary meneliti."
Hadir dalam kesempatan itu antara lain tokoh angkatan 66 Harry Tjan Silalahi, mantan Menteri Pendidikan Malik Fajar, ekonom Sri Edi Swasono, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan Rektor UIN Jakarta Komaruddin Hidayat.
"Ini disertasi pertama kali yang ditulis dengan head, hand and heart. Saya mengapresiasi pembaruan penulisan disertasi seperti ini," katanya dalam sidang ujian doktor yang dipimpin Dekan FISIP UI Arie Setiabudi Soesilo.
Pujian serupa diberikan Prof Dr Gumilar Rusliwa Somantri, yang juga penguji disertasi. Menurut Gumilar, disertasi Mohamad Sobary menghadirkan pendekatan baru dalam penulisan disertasi, yang ditulis dengan semangat berpuisi.
Namun, tambahnya, penulisan disertasi yang demikian dapat menimbulkan kekhawatiran akan banyaknya intepretasi peneliti terhadap fakta di lapangan sehingga tidak menghadirkan realitas yang diteliti.
Dalam menjawab kekhawatiran penguji tentang banyaknya intepretasi atas fakta lapangan itu, Sobary mengatakan, yang dibeberkan adalah apa yang disuguhkan oleh petani tembakau di temanggung yang ditelitinya.
"Tak ada yang disampaikan melampaui apa yang disajikan dalam fakta-fakta di lapangan," katanya.
Dalam orasi ringkasnya menjelang sesi tanya jawab, Sobary yang meraih predikat sangat memuaskan dalam mempertahankan disertasinya itu menguraikan latar belakang penelitiannya terhadap petani tembakau Temanggung yang mulai terancam dengan kuluarnya UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang bertujuan mengendalikan produk olahan tembakau.
"Keterancaman itu melahirkan perlawanan petani. Perlawanan itu dilakukan lewat aksi puitik. Puitik di sini tidak sebatas dalam wujud puisi. Tapi dengan berbagai wujud seperti tari, ritual penyalaan dupa, persembahan warna warni bunga," katanya.
Sobary mengatakan penelitiannya terhadap petani tembakau di Temanggung bertujuan memperoleh informasi mengenai kompleksitas gerakan perlawanan petani dengan meninjau latar belakang dan mendalami ekspresi ideologis, gagasan, perasaan dan sikap maupun segenap tindakan para petani itu.
Menurut Sobary, petani melakukan perlawanan bukan semata untuk merebut kembali hak-hak hidup mereka sebagai wujud perjuangan politik untuk kesejahteraan yang hanya berlaku di dalam suatu komunitas kecil, sekecil Kabupaten Temanggung, tapi tanpa disadari tuntutan mereka untuk memperoleh keadilan dalam kebijakan publik sehingga menjadi semakin luas, yaitu untuk memperjuangkan secara lebih substansial pelaksanaan demokrasi di negeri ini.
Sobary menambahkan, petani telah memperlihatkan bahwa tradisi agung yang terakumulasi dalam mitologi, nilai-nilai puitik dan ingatan kolektif bisa menjadi senjata perlawanan terhadap kekuatan negara dan industri.
"Pertarungan itu masih berlanjut, belum diketahui pemenangnya," kata Sobary yang menulis esai-esai klasik puitik dalam "Kang Sejo Melihat Tuhan" itu.
Prof Dr Bambang Shergi Laksmono yang bertindak sebagai promotor dalam kesempatan itu mengatakan: "Pak Sobari tak perlu dipromosikan lagi. Lalu apa tugas saya sebagai promotor? Saya bukan promotor tapi saksi atas perjalanan dan pergulatan Pak Sobary meneliti."
Hadir dalam kesempatan itu antara lain tokoh angkatan 66 Harry Tjan Silalahi, mantan Menteri Pendidikan Malik Fajar, ekonom Sri Edi Swasono, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan Rektor UIN Jakarta Komaruddin Hidayat.