"Dari luasan tersebut, yang masuk dalam kategori sangat kritis masih tersisa sekitar 1.400 hektare. Lahan kritis paling banyak di wilayah Majenang, yang jelas di wilayah barat sebelah utara," katanya di Cilacap, Senin.
Ia mengatakan bahwa upaya yang dilakukan, di antaranya memfokuskan kegiatan penghijauan pada lahan-lahan yang masuk kategori kritis sesuai prioritas Dishutbun Cilacap.
Pihaknya sudah berupaya memetakan lahan-lahan kritis tersebut secara detail hingga titik koordinatnya agar penanganannya dapat lebih fokus.
"Harapan kami, upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis ini akan terfokus di lahan-lahan yang kritis," katanya.
Menurut dia, kegiatan yang dilakukan oleh Dishutbun meliputi dua hal pokok, yakni melalui cara vegetatif dengan penanaman pohon di lahan tersebut serta cara teknik sipil berupa pembuatan bangunan-bangunan fisik untuk menahan laju erosi.
Kendati demikian, dia mengakui adanya sedikit kendala karena setelah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah terbit, penerima dana hibah harus berbadan hukum Indonesia.
Dengan demikian, kata dia, kelompok tani yang akan melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) harus berbadan hukum.
"Ini yang sedang kami tangani. Sekarang, kami bersama-sama kelompok tani membentuk badan hukum dengan akta notaris sampai ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sudah banyak kelompok tani yang membentuk badan hukum tersebut," katanya.
Ia mengharapkan dalam waktu dekat, kelompok tani yang sudah berbadan hukum itu dapat segera melakukan RHL sesuai kriteria dan tidak melanggar ketentuan hukum.
Disinggung mengenai target kegiatan RHL pada 2016, dia menargetkan lahan kritis seluas 2.000 hektare di seluruh Kabupaten Cilacap dapat ditanami.
"Rata-rata, kami menargetkan 2.000-3.000 hektare per tahun baik menggunakan dana bantuan pemerintah, swadaya masyarakat, maupun bantuan CSR (corporate social responsibility) dari perusahaan-perusahaan di Cilacap," katanya.
Ia mengatakan bahwa alokasi anggaran penanganan lahan kritis di Kabupaten Cilacap rata-rata mencapai Rp8 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Cilacap, APBD Provinsi Jawa Tengah, maupun APBN.
Ia mengatakan bahwa upaya yang dilakukan, di antaranya memfokuskan kegiatan penghijauan pada lahan-lahan yang masuk kategori kritis sesuai prioritas Dishutbun Cilacap.
Pihaknya sudah berupaya memetakan lahan-lahan kritis tersebut secara detail hingga titik koordinatnya agar penanganannya dapat lebih fokus.
"Harapan kami, upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis ini akan terfokus di lahan-lahan yang kritis," katanya.
Menurut dia, kegiatan yang dilakukan oleh Dishutbun meliputi dua hal pokok, yakni melalui cara vegetatif dengan penanaman pohon di lahan tersebut serta cara teknik sipil berupa pembuatan bangunan-bangunan fisik untuk menahan laju erosi.
Kendati demikian, dia mengakui adanya sedikit kendala karena setelah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah terbit, penerima dana hibah harus berbadan hukum Indonesia.
Dengan demikian, kata dia, kelompok tani yang akan melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) harus berbadan hukum.
"Ini yang sedang kami tangani. Sekarang, kami bersama-sama kelompok tani membentuk badan hukum dengan akta notaris sampai ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sudah banyak kelompok tani yang membentuk badan hukum tersebut," katanya.
Ia mengharapkan dalam waktu dekat, kelompok tani yang sudah berbadan hukum itu dapat segera melakukan RHL sesuai kriteria dan tidak melanggar ketentuan hukum.
Disinggung mengenai target kegiatan RHL pada 2016, dia menargetkan lahan kritis seluas 2.000 hektare di seluruh Kabupaten Cilacap dapat ditanami.
"Rata-rata, kami menargetkan 2.000-3.000 hektare per tahun baik menggunakan dana bantuan pemerintah, swadaya masyarakat, maupun bantuan CSR (corporate social responsibility) dari perusahaan-perusahaan di Cilacap," katanya.
Ia mengatakan bahwa alokasi anggaran penanganan lahan kritis di Kabupaten Cilacap rata-rata mencapai Rp8 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Cilacap, APBD Provinsi Jawa Tengah, maupun APBN.