Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Pemkot Magelang Joko Budiyono di Magelang, Senin, mengatakan pedagang kuliner yang menempati lokasi tersebut berjumlah sekitar 50 orang, baik pedagang lama, yakni sebelum pasar itu terbakar pada pertengahan 2008, maupun pedagang baru.
"Tadinya mereka berjualan secara tersebar, kemudian kami tata dijadikan di satu tempat, harapannya pedagang pasar dan pengunjung yang 'ngersakke' (ingin, red.) menikmati kuliner bisa mencari di satu tempat," katanya saat peresmian pusat kuliner Pasar Rejowinangun oleh Penjabat Wali Kota Magelang Rudy Apriyantono.
Aneka kuliner yang dijual para pedagang di tempat itu, antara lain senerek, soto, baso, kupat tahu, gulai, satai, lotek, gado-gado, nasi goreng, nasi godok, bakmi goreng, dan bakmi godok.
Warung kuliner dengan nama khas atau populer di kota dengan tiga kecamatan dan 17 kelurahan, seperti "Mbok Kucir, "Pak Parto", "Gulai Darmo", "Gulai Hardi", "Senerek Pisangan", juga ada di pusat kuliner Pasar Rejowinangun yang saat ini total pedagangnya mencapai sekitar 3.500 orang itu.
Ia mengemukakan pengembangan pusat kuliner tersebut sebagai terobosan pemkot untuk meramaikan aktivitas perekonomian setiap hari di Pasar Rejowinangun, setelah pembangunan kembali pascakebakaran pada 2008.
Sejumlah pusat kuliner lainnya yang selama ini telah dikembangkan pemkot setempat, antara lain di alun-alun, sekitar Stadion Abu Bakrin, Jalan Daha, Taman Badakan, dan di samping kompleks kantor eks-Keresidenan Kedu yang disebut Kuliner Jenderalan Kota Magelang,
Penjabat Wali Kota Magelang Rudy Apriyantono menjelaskan pengembangan pusat kuliner di Pasar Rejowinangun sebagai salah satu wujud revitalisasi pasar tradisional, termasuk kaitannya dengan upaya memperkuat daya saing terhadap pasar modern.
"Memang perlu ditata ulang kebijakan pasar modern supaya tidak mengganggu pasar tradisional, esensinya pasar tradisional bisa menjadi 'one stop service'," ujarnya.
Ia mengemukakan pentingnya para pedagang kuliner dan pengelola pasar tersebut memperhatikan secara saksama masalah kebersihan, kenyamanan, kejujuran dalam pelayanan di pusat kuliner tersebut.
"Juga soal kualitasnya. Pusat kuliner ini mau menawarkan rasa atau suasana, perlu ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai," katanya.
Persoalan spesifikasi menu kuliner, ujarnya, juga penting untuk digarap oleh pengelola pasar dan peguyuban pedagang kuliner di pasar tersebut agar memperluas pengembangan peluang usaha ekonomi masyatakat.
"Tadinya mereka berjualan secara tersebar, kemudian kami tata dijadikan di satu tempat, harapannya pedagang pasar dan pengunjung yang 'ngersakke' (ingin, red.) menikmati kuliner bisa mencari di satu tempat," katanya saat peresmian pusat kuliner Pasar Rejowinangun oleh Penjabat Wali Kota Magelang Rudy Apriyantono.
Aneka kuliner yang dijual para pedagang di tempat itu, antara lain senerek, soto, baso, kupat tahu, gulai, satai, lotek, gado-gado, nasi goreng, nasi godok, bakmi goreng, dan bakmi godok.
Warung kuliner dengan nama khas atau populer di kota dengan tiga kecamatan dan 17 kelurahan, seperti "Mbok Kucir, "Pak Parto", "Gulai Darmo", "Gulai Hardi", "Senerek Pisangan", juga ada di pusat kuliner Pasar Rejowinangun yang saat ini total pedagangnya mencapai sekitar 3.500 orang itu.
Ia mengemukakan pengembangan pusat kuliner tersebut sebagai terobosan pemkot untuk meramaikan aktivitas perekonomian setiap hari di Pasar Rejowinangun, setelah pembangunan kembali pascakebakaran pada 2008.
Sejumlah pusat kuliner lainnya yang selama ini telah dikembangkan pemkot setempat, antara lain di alun-alun, sekitar Stadion Abu Bakrin, Jalan Daha, Taman Badakan, dan di samping kompleks kantor eks-Keresidenan Kedu yang disebut Kuliner Jenderalan Kota Magelang,
Penjabat Wali Kota Magelang Rudy Apriyantono menjelaskan pengembangan pusat kuliner di Pasar Rejowinangun sebagai salah satu wujud revitalisasi pasar tradisional, termasuk kaitannya dengan upaya memperkuat daya saing terhadap pasar modern.
"Memang perlu ditata ulang kebijakan pasar modern supaya tidak mengganggu pasar tradisional, esensinya pasar tradisional bisa menjadi 'one stop service'," ujarnya.
Ia mengemukakan pentingnya para pedagang kuliner dan pengelola pasar tersebut memperhatikan secara saksama masalah kebersihan, kenyamanan, kejujuran dalam pelayanan di pusat kuliner tersebut.
"Juga soal kualitasnya. Pusat kuliner ini mau menawarkan rasa atau suasana, perlu ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai," katanya.
Persoalan spesifikasi menu kuliner, ujarnya, juga penting untuk digarap oleh pengelola pasar dan peguyuban pedagang kuliner di pasar tersebut agar memperluas pengembangan peluang usaha ekonomi masyatakat.