Dia menyebutkan, dampak negatif dimaksud antara lain, memberikan ruang putusnya sekolah, hilangnya masa depan anak-anak dan berkontribusi terhadap lambatnya peningkatan sumber daya manusia.

"Selain itu, pernikahan dini juga bisa berdampak terhadap kesehatan reproduksi anak perempuan yang menikah terlalu dini," katanya.

Menteri Yohana mengatakan faktor budaya yang berkembang di masyarakat menjadi salah satu tantangan terbesar yang menyebabkan tingginya angka perkawinan usia anak.

Salah satu wilayah yang angka perkawinan usia anaknya masuk dalam kategori tinggi, kata dia, adalah Nusa Tenggara Barat.

Oleh sebab itu, dia mendorong agar masyarakat diberikan pemahaman komprehensif terkait perkawinan di usia anak.

"Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga didorong untuk menciptakan kota dan lingkungan layak anak," katanya.

Selain itu, daerah juga didorong untuk menciptakan sekolah ramah anak, serta diadakan pelatihan-pelatihan serta keterampilan positif bagi para perempuan.

Dari beberapa kasus, tambah dia, penyebab tingginya angka perceraian adalah karena perkawinan usia anak.

"Oleh karena itu, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus serius menanganinya agar jumlahnya bisa diturunkan," katanya.

Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024