"Di balik pembunuhan aktivis antitambang Salim Kancil dan penganiayaan Tosan diduga ada keterlibatan sejumlah pihak dan perusahaan tambang yang lebih besar sehingga perlu penanganan yang lebih serius dari KPK dan PPATK," kata Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur Ony Mahardika kepada Antara, Jumat.

Menurut dia, Polda Jawa Timur seharusnya tidak berhenti pada pemeriksaan Kepala Desa Selok Awar-Awar Hariyono yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun di atas Hariyono tentu ada peranan sejumlah perusahaan tambang pasir besi.

"Kalau Polda Jatim memang serius menangani kasus ilegal mining Lumajang, seharusnya pasir yang diduga mengandung biji besi milik Kades Selok Awar-Awar perlu ditelusuri disetor ke mana saja dan perlu diungkap mafia tambang di balik peristiwa terbunuhnya Salim Kancil," tegas Ony.

Selain itu, lanjut dia, perlu ditelusuri aliran dana Kepala Desa Selok Awar-awar yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Salim Kancil dan penganiayaan Tosan itu.

"Kami meminta PPATK untuk membuka rekening Kades Hariyono dan mereka bisa menelusuri aliran dana tambang ilegal di Lumajang itu ke mana saja mengalirnya," katanya.

Ony mengatakan Walhi mencatat 67 tambang pasir ilegal di sepanjang pesisir selatan Lumajang dan diduga ada keterlibatan korporasi internasional yang bermain dalam penambangan liar di Kota Pisang itu.

"Walhi mencatat penambangan pasir besi ilegal di Kabupaten Lumajang berpotensi merugikan negara sebesar Rp11,5 triliun dan angka itu setara dengan jumlah APBD Lumajang selama sembilan tahun dengan estimasi per tahun sebesar Rp1,3 triliun," paparnya.

Ia berharap Polda Jatim serius mengungkap kasus pembunuhan dan penganiayaan aktivis antitambang di Desa Selok Awar-Awar, serta mengembangkan kasus penembangan liar hingga perusahaan besar yang membeli pasir ilegal Lumajang itu.

Sementara itu Polda Jatim sudah menetapkan sebanyak 37 tersangka dengan enam berkas perkara di antaranya berkas perkara kasus pembunuhan Salim Kancil, penganiayaan aktivis antitambang Tosan, dan kasus penambangan liar.

"Baru tiga berkas yang sudah dikirim ke Kejaksaan Negeri Lumajang, sedangkan sisanya masih diproses penyidik Polda Jatim," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono.




Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024