"Salah satu bahan baku yang tidak mudah diperoleh adalah biji besi. Sebetulnya di Indonesia tersedia banyak sumber daya alam untuk biji besi, tetapi harus diolah dulu untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan baku baja," kata Ketua Apindo Jateng Frans Kongi di Semarang, Rabu.

Menurut dia, seharusnya Pemerintah berani berinvestasi besar terkait industri pengolahan biji besi. Apalagi di Indonesia terdapat banyak sumber daya alam biji besi sehingga seharusnya dapat lebih dioptimalkan.

"Kalau Pemerintah hanya mengandalkan investor untuk pembangunan industri pengolahan biji besi ini tentu sangat sulit karena industri ini membutuhkan investasi yang sangat besar," katanya.

Menurut dia, dengan adanya industri pengolahan biji besi di Indonesia, industri manufaktur terutama di sektor baja tidak perlu lagi bergantung pada bahan baku impor.

Seperti yang diketahui, penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang saat ini masih berlangsung berpengaruh terhadap kenaikan harga barang impor. Kondisi tersebut tentu memberatkan bagi pelaku industri yang bahan bakunya masih bergantung pada impor, salah satunya industri baja.

Sementara itu, Frans mengatakan dampak negatif penguatan dolar tidak hanya dialami oleh sektor industri baja tetapi juga beberapa industri lain salah satunya tekstil.

Menurut dia, hingga saat ini di Indonesia ketersediaan kapas untuk pembuatan benang sebagai bahan baku kain belum dapat memenuhi kebutuhan produksi dalam negeri. Oleh karena itu, industri tekstil harus mendatangkan bahan baku tersebut dari luar negeri.

Mengenai kondisi tersebut, pihaknya berharap Pemerintah menggandeng para ahli untuk membuka kawasan perkebunan khusus kapas. Dengan demikian, kebutuhan bahan baku tersebut dapat terpenuhi.

"Kita memiliki lahan yang luas, jadi seharusnya ketersediaan lahan ini dioptimalkan," katanya.

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024