Kegiatan tahunan digelar oleh Pemerintah Kota Surakarta tersebut dengan tema "Mancavarna", artinya menyajikan berbagai corak batik yang merupakan hasil karya leluhur menjadi empat warna, yakni putih, kuning, merah, dan hitam.

Para desainer muda kreatif dan berprestasi di Solo, bermunculan mengikuti SBC dengan tujuan untuk memperkenalkan batik sebagai ikon budaya tradisional Indonesia.

Dalam karnaval SBC 2015, peserta kelompok pertama menampilkan berbagai corak batik dengan warna dasar putih, kemudian disusul warna kuning gemerlapan dan terkesan mewah, serta ketiga warna merah berani yang menggambarkan keceriaan, dan diakhiri rombongan corak batik warna hitam.

Bahkan, sejumlah pengunjung antusias melakukan foto dan "berselfie" bersama peserta SBC di sepanjang jalan yang dilintasi dari depan Stadion Sriwesari hingga Kantor Balai Kota Surakarta atau sekitar tiga kilometer.

Menurut Ketua Yayasan SBC Susanto, suatu perjuangan yang tidak mudah untuk mempertahanan SBC. Dalam setiap penyelenggaraan, pihaknya terus-menerus melakukan perbaikan di berbagai sisi.

Pada SBC VIII tersebut, kata dia, banyak bermunculam desainer muda yang penuh kreatif dan berprestasi. Pergelaran itu dengan tema "Mancavarna" yang diambil dari filosofi Jawa, yakni "Papat Kiblat Lima Pancer".

"Tema ini diharapkan dapat menjadi acuan dan inspirasi utama bagi seluruh rangkaian kegiatan yang digelar," katanya.

Menurut dia, pergelaran SBC 2015 diikuti 258 peserta dari empat kecamatan di Surakarta dengan melibatkan 90 pemusik dan 200 pelajar SMA/SMK.

"Masyarakat antusias seni budaya cukup tinggi, dan bahkan ada peserta balita yang ikut memeriahkan SBC ini," katanya.

Direktorat Jenderal Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ahmadsyah yang membuka SBC 2015 itu, mengapresiasi kegiatan yang kedelapan kali di Kota Solo itu.

"Kota ini satu-satunya yang memiliki 'event' budaya terbanyak di Indonesia," katanya. Pada 2015, Kota Solo memiliki 62 kegiatan seni budaya.

Ia mengatakan kegiatan budaya, dipandang dari sektor pariwisata sebagai hal penting. Hasil penelitian, sekitar 60 persen daya tarik wisata karena budaya, 35 persen faktor alam, dan lima persen daya tarik yang diciptakan manusia.

Oleh karena itu, kata dia, dengan banyaknya kegiatan budaya di Kota Solo, hal itu menjadi daya tarik utama untuk menyedot wisatawan.

"Dukungan masyarakat luar biasa, sehingga Solo bisa menjadi contoh dan model untuk penyelenggarakan 'event' budaya di seluruh Indonesia," katanya.

Menurut dia, Kota Solo yang banyak menyelenggarakan kegiatan budaya tersebut, akan menjadi pendorong utama dalam mencapai target kunjungan wisatawan mancanegara hingga 2019 yang tercatat 20 juta orang.

Pewarta : Bambang Dwi Marwoto
Editor : Antarajateng
Copyright © ANTARA 2024