"Pemblokiran memang sebagai salah satu upaya tepat, tapi harus lebih cermat dan berhati-hati dalam memblokir situs Islam. Jangan sampai dinilai otoriter," kata dia, di Yogyakarta, Rabu.

Penutupan secara sporadis situs-situs Islam justru rentan menimbulkan aksi protes dari masyarakat serta tudingan otoriter.

Dia membenarkan internet memang saat ini menjadi salah satu media favorit para kaum radikal serta terorisme untuk menyebarkan ke desa. Melalui perangkat internet semakin banyak kaum muda yang tertarik mendalami paham-paham radikal.

"Ada tren belakangan ini generasi baru yang mengklaim diri jihadis atau teroris menjadikan internet sebagai media paling efektif menyebarkan pahamnya kepada masyarakat," kata dia.

Pada dasarnya, menurut dia, pencegahan terhadap bahaya penyebaran paham radikal paling efektif dilakukan oleh keluarga masing-masing.

"Perilaku mereka yang mengarah radikalisme atau menjadi teroris karena informasi yang mereka peroleh dari sumber terbuka," kata dia.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memerintahkan pemblokiran terhadap 19 situs yang dinilai radikal atas permintaan BNPT.

"Kita telah minta penyedia layanan (ISP) untuk pemblokiran situs tersebut tadi atas permintaan BNPT, situs tersebut dianalisis oleh BNPT dan dinilai mengandung paham radikali dan meminta untuk di blokir ," kata Kepala Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail Cawidu.

Ia mengatakan, awalnya terdapat 26 situs yang diminta, namun dalam perkembangannya ternyata hanya terdapat 19 karena dua ternyata duplikasi, empat sudah hilang, dan satu sudah ditutup.

Pewarta : Antaranews
Editor : Totok Marwoto
Copyright © ANTARA 2024