"Sejak mengoperasikan BST Koridor I pada 2010, kami sama sekali belum bisa mendapatkan keuntungan. Untuk impas saja belum sehingga masih membutuhkan subsidi dari Damri pusat," kata Kepala Perum Damri, Sutaryadi kepada wartawan di Solo, Rabu.

Pemberian subsidi dengan skema beli layanan (buy service) tersebut dinilai sudah mendesak, lantaran operator BST Koridor I terus merugi.

Ia mengatakan, saat ini tingkat keterisian bus yang melayani jalur Palur-Kartasura-Bandara Internasional Adi Soemarmo PP tersebut baru berkisar 65 persen.

Dikatakan rata-rata jumlah penumpang untuk sekali perjalanan yang ditempuh masing-masing bus adalah 27 penumpang dari total tempat duduk sebanyak 41 kursi. "Padahal untuk mencapai impas minimal harus 150 persen," katanya.

Berdasarkan hal tersebut, manajemen Damri berharap skema beli layanan yang belakangan ini tengah digagas Pemkot Surakarta, segera direalisasikan. Skema beli layanan adalah pemberian bantuan biaya operasional dari pemkot kepada operator BST, sebagai pengganti pengadaan bus yang selama ini diupayakan pemerintah.

Metode 'buy service' akan memberikan bantuan biaya operasional sekitar Rp4.500-Rp5.000 per kilometer, sebelum dikalikan jarak tempuh masing-masing bus. Diperkirakan, butuh anggaran sekitar Rp52 miliar untuk membiayai sebagian biaya operasional tersebut selama setahun. Adapun potensi pemasukan untuk pemkot berkisar berkisar Rp42 miliar, bersumber dari penjualan tiket dalam setahun.

"Saat ini, pendapatan kami per kilometernya hanya berkisar Rp3.000, sementara biaya operasionalnya Rp5.000. Jika 22 bus di Koridor I setiap hari menempuh jarak 28 kilometer, coba dihitung berapa kerugian yang harus kami tanggung selama empat tahun beroperasi. Belum lagi jika ditambah biaya servis kendaraan," katanya.


Pewarta : Joko Widodo
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024