Jayapura (ANTARA) - Pejabat Kementerian Sosial mengemukakan korban konflik di Nduga, Provinsi Papua, akan mendapatkan bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) Akses dan Adaptif sebagai program perlindungan sosial berkelanjutan.

"Kebetulan di Nduga sedang ada konflik bersenjata, sehingga menjadi strategi untuk perlindungan sosial bagi korban konflik. Jadi bisa dapat dari dua sisi. Pertama, PKH Akses untuk daerah sulit dijangkau, tapi juga karena di situ ada korban konflik, maka juga ada PKH Adaptif," kata Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat di Jayapura, Selasa.

PKH Akses diberikan untuk warga yang masuk dalam kriteria prasejahtera dan memenuhi syarat sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM), yaitu ada ibu hamil, anak usia dini, anak sekolah, lansia dan disabilitas berat yang ada di daerah terpencil dan sulit dijangkau.

Sementara PKH Adaptif menjangkau keluarga yang jatuh miskin akibat bencana, baik bencana sosial maupun bencana alam. Untuk PKH Akses dan PKH Adaptif menggunakan skema yang sama, yaitu mendapatkan bantuan tetap sebesar Rp1 juta per KPM.

"Jadi ada keluarga yang masuk kategori prasejahtera sejak awal memang itu diupayakan untuk mendapatkan PKH Akses diutamakan yang 20 persen ekonomi terbawah, tapi sisi lain kalau ada keluarga yang jatuh miskin karena konflik itu juga diupayakan mendapatkan PKH Adaptif," ujar Harry.

Selain Nduga, katanya, perluasan PKH juga akan menjangkau Kabupaten Puncak dan Tambrauw di Papua Barat. Berdasarkan data awal Basis Data Terpadu (BDT) Pusdatin di Kabupaten Nduga terdata 82.020 jiwa calon penerima bantuan.

Sementara di Kabupaten Puncak terdata 17.899 calon penerima bantuan dan Kabupaten Tambrauw 3.063 calon penerima.

"Ini akan diverifikasi dan validasi. Kemensos akan mulai dengan menjangkau calon KPM di Kenyam itu sudah terdata 1.720 calon KPM untuk rastra," kata dia.

Untuk melakukan verifikasi dan validasi, ujar dia, dibutuhkan sumber daya manusia yang terlatih, maka akan direkrut pendamping PKH dengan pendekatan nondaring karena sulitnya jaringan.

"Kriteria pendamping secara umum, kami merekrut sarjana dalam kumpulan ilmu-ilmu sosial, namun kalau tidak dapat, kami bisa menurunkan kriteria setingkat lulusan SMA, yang itu sudah terjadi di sejumlah wilayah Papua yang kami kategorikan asisten pendamping," kata Harry Hikmat.

Dengan perluasan PKH tersebut maka seluruh kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat sudah terjangkau PKH.

Baca juga: Kemensos salurkan Rp3,7 miliar untuk korban konflik Nduga
Baca juga: Terdata 53 orang pengungsi Nduga meninggal
Baca juga: Tim Kemensos jangkau pengungsi konflik Nduga

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019