Jumlah proyek konstruksi dalam kurun 3 tahun ini mengalami peningkatan cukup besar karena Presiden Jokowi tengah menggalakkan pembangunan infrastruktur, baik di pusat ataupun daerah.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat infrastruktur dari Universitas Indonesia, Rosmariani mengingatkan pemerintah untuk tidak memberikan beban berlebih kepada BUMN konstruksi dalam menggarap proyek konstruksi pemerintah agar kinerja perusahaan tetap terjaga

"Seperti kita ketahui, terjadi kasus kecelakaan pada proyek yang sedang dalam pengerjaan. Besar kemungkinan itu terjadi karena beban kerjanya sudah berlebih," kata Rosmariani di Jakarta, Selasa.

Menurut Rosmariani, jumlah proyek konstruksi dalam kurun 3 tahun ini mengalami peningkatan cukup besar karena Presiden Jokowi tengah menggalakkan pembangunan infrastruktur, baik di pusat ataupun daerah.

Sebagian besar dari proyek-proyek itu, dikerjakan oleh BUMN dan anak perusahaannya. Seharusnya hal ini juga dibarengi dengan penambahan kapasitas, seperti jumlah sumber daya manusia (SDM) ataupun peralatan.

Padahal, kata Rosmariani, regulasi terkait pemerataan pada proyek-proyek pemerintah sudah sangat jelas. Untuk proyek senilai Rp100 miliar ke bawah dikerjakan oleh swasta menengah bawah.

Tetapi, pada praktiknya regulasi itu tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Akibatnya, banyak kontraktor swasta, baik pusat ataupun di daerah yang kolaps karena tidak ada pekerjaan.

"Padahal, seharusnya pemerintah mendorong keberadaan kontraktor swasta kita, bagaimana kontraktor yang kecil bisa menjadi besar. Melakukan pembinaan atau pemberdayaan bagi mereka,"ujarnya.

Baca juga: Menteri PUPR dan BUMN diminta menata ulang kegiatan BUMN Konstruksi

Sementara itu Direktur Eksekutif Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), Setu Albertus yang biasa dipanggil Berto berharap program pembangunan konstruksi tidak hanya diserahkan kepada perusahaan BUMN jasa konstruksi/ BUMN karya serta anak-anak usahanya.

Menurut Berto, hampir 80 persen pasar jasa konstruksi selama 4 tahun terakhir digarap BUMN dan anak usahanya. Sementara itu perusahaan swasta nasional yang jumlahnya hampir mencapai 150 ribu badan usaha hanya mendapat 20 persen dari proyek-proyek infrastruktur nasional yang dilakukan oleh pemerintah periode 2014-2019.

Oleh karenanya, kata Berto, Gapensi mengharapkan rencana pembangunan infrastruktur nasional periode kedua 2019-2024 dapat berjalan secara efektif dan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan kontraktor swasta nasional atau jasa pelaksana konstruksi nasional yang jumlahnya sangat besar dan yang mampu menyerap hampir 1,5 juta pekerja tetap, serta 5 juta pekerja tidak tetap dalam setiap pekerjaan jasa konstruksi.

"Kami usulkan agar Pemerintah melalui Menteri PUPR dan Menteri BUMN mendorong BUMN konstruksi untuk lebih fokus menangani proyek-proyek konstruksi yang telah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional, agar proyek-proyek tersebut dapat diselesaikan sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh Pemerintah," kata Berto.

Hal ini, agar komitmen pemerintah dalam menyelesaikan proyek-proyek konstruksi dapat dicapai sesuai rencana dan agar proyek dimaksud dapat segera dimanfaatkan oleh masyarakat banyak untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah, tegas Berto.

Selain itu, lanjut Berto, pihaknya juga mengusulkan agar Pemerintah melalui Kementerian PUPR dan Kementerian BUMN segera menerbitkan regulasi yang mengatur tentang pembatasan nilai paket pekerjaan yang bisa diikuti oleh BUMN konstruksi/BUMN karya, yaitu hanya di atas Rp250 miliar dan untuk proyek di atas Rp250 miliar ini juga harus bekerja sama/KSO dengan perusahaan swasta nasional yang mempunyai kemampuan, baik pengalaman, peralatan maupun keuangan untuk jenis pekerjaan dimaksud.
Baca juga: PUPR lelang 9 proyek bendungan pada 2019

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019