Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonsia (YLKI) Tulus Abadi menyoroti sejumlah kantor pemerintahan yang tidak menjadi contoh kepatuhan terhadap aturan tempat kerja sebagai salah satu kawasan tanpa rokok.

"Banyak kantor-kantor pemerintahan yang pimpinan dan stafnya merokok di tempat kerja yang tertutup," kata Tulus melalui pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Tulus mengatakan hal itu seharusnya menjadi perhatian banyak pihak dan para pimpinan wilayah karena kawasan tanpa rokok sebenarnya merupakan upaya melindungi masyarakat agar tidak menjadi perokok pasif.

Pasalnya, perokok pasif juga terancam menderita kanker paru akibat paparan asap rokok orang-orang di sekitarnya. Faktor risiko perokok pasif terkena kanker paru empat kali lipat, sedangkan perokok aktif 13,6 kali lipat.

Salah satu contoh perokok pasif yang harus menderita kanker paru adalah Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.

"Pak Sutopo adalah salah satu korban keganasan asap rokok di tempat kerjanya. Pak Sutopo adalah korban egoisme bahkan sadisme dari lingkungan kerjanya yang membara oleh asap rokok," tuturnya.

Sutopo meninggal pada Minggu (7/7) di Guangzhou, China saat menjalani pengobatan akibat kanker paru stadium IVB.

Sutopo mengaku menjaga perilaku hidup sehat dan tidak merokok, tetapi juga menyatakan kerap mendapati lingkungan kerja yang penuh asap rokok dan tidak bisa menghindar.

"Dalam hal sebagai perokok pasif, Pak Sutopo tidak sendirian. Secara nasional, menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, jumlah perokok pasif mencapai lebih dari 90 juta orang, 12 juta lebih adalah anak usia nol hingga empat tahun," tuturnya.

Tulus mengatakan para perokok pasif kebanyakan terpapar asap rokok di tempat kerja bahkan di dalam rumahnya sendiri. 

Baca juga: YLKI: Kawasan tanpa rokok kebutuhan mutlak untuk lindungi masyarakat

Baca juga: YLKI soroti promosi rokok di arena Pekan Raya Jakarta

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019