Jakarta (ANTARA) -
Motor bebek jaman dulu yang dilap mengkilat dijadikan pajangan yang menambah kesan antik di Kedai Bang Vian Setu Babakan. (ANTARAnews/ Abdu Faisal)
Tampilan buku menu dan harga makanan di Kedai Bang Vian Setu Babakan. (ANTARAnews/ Abdu Faisal)
Sepeda Onthel yang tak berfungsi lagi dijadikan gantungan dinding yang menambah kesan antik di Kedai Bang Vian Setu Babakan. (ANTARAnews/ Abdu Faisal)

Kedai Bang Vian adalah tempat makan yang ada di kawasan Setu Babakan, Jagakarsa, dekat Perkampungan Budaya Betawi.

"Karena ada di kawasan Perkampungan Budaya Betawi, jadi konsepnya pun disesuaikan dengan gaya Betawi," ujar Andi, pelayan di kedai berlantai dua ini.

Arsitektur antik itu terlihat mirip dengan arsitektur gedung bekas pembangunan Belanda yang ada di Kota Tua Jakarta.

Namun ada tambahan corak Betawinya, terlihat dari kusen pintunya yang terbuat dari papan dengan cat hijau dan kuning. Pintu itu juga memiliki jalusi, tersusun lima vertikal dan tiga horizontal, berpenutup kaca.

Jalusi merupakan lubang udara yang berada di tengah susunan rangka kayu yang menyerupai jeruji.

Sementara di sisi kiri dan kanannya terdapat jendela yang bila dibuka, mengarah ke satu sisi.

Di halamannya, terlihat sebuah pendopo tempat muda-mudi bersantap sore atau sekedar minum kopi yang dikelilingi dengan pagar bambu yang disebut langkan. Di atas pendopo, terdapat atap menyerupai perisai dihiasi lisplang berornamen gigi balang.

Lisplang adalah ornamen segitiga berjajar. Hiasan pada pinggir atap ini menahan tempias hujan ataupun pancaran cahaya matahari senja dari danau Setu Babakan.

Di dalam kedai, seorang pria berjaga menunggu pesanan dari meja panjang dengan dudukan kayu dekat hiasan sepeda onthel menggantung. Di belakang pria itu juga terlihat pajangan motor bebek jaman dulu yang dilap hingga mengkilat.

Namanya Andi, ia sebenarnya bertugas sebagai Barista, namun kadang juga mencatat pesanan pengunjung dan menyiapkannya di piring kecil sebelum disajikan di meja.

"Menu makanan di Kedai Bang Vian adalah menu-menu masakan khas Betawi seperti Soto Betawi, aneka ikan, serta juga menjual aneka kopi," ujar Andi.

Tak hanya makanan khas Betawi, Andi mengatakan kalau warung ini juga menyajikan makanan nusantara seperti bakso, karedok, dan sebagainya. "Biasanya Sabtu-Minggu ramai dari pagi, tapi kalau hari biasa memang agak sepi," kata Andi.

Soal harga makanan, Andi mengaku sudah kompetitif sesuai market di sekitaran Perkampungan Budaya Betawi. "Ada yang harganya Rp10.000 seperti tumis toge, yang paling mahal Rp86.000. Itu pecak gurame besar," kata Andi. Selain pecak gurame, kedai ini juga menyediakan aneka pangan khas betawi lainnya seperti semur jengkol, gabus pucung dan bir pletok.

Sementara, muda-mudi yang sedang menikmati suasana santap sore di bawah pendopo, Dona dan Indra, mengaku baru pertama kali berkunjung ke kedai ini.

"Tadi awalnya kita lihat-lihat dari luar kok menarik, akhirnya kita masuk. Kebetulan lagi lapar juga," ujar Dona. Ia memilih tempat di pendopo karena pemandangan danau nya yang bisa terlihat dari sore. "Kebetulan dia suka foto-foto juga, jadinya senang dapat tempat bagus," ujar Dona sembari menunjuk ke Indra.

Indra dan Dona mengaku memesan sop buntut balado dengan harga Rp54.000, harga itu belum termasuk nasi.

Lain lagi dengan Sri, yang datang sendirian. Sri mengaku tidak makan namun hanya melepas lelah saja di Kedai Bang Vian sambil duduk-duduk dan memesan kopi. "Kebetulan memang pecinta kopi, mas. Lagian suasananya kan bagus juga ya, enak lah buat duduk-duduk," ujar dia.

Menurut Sri, kedai bang Vian memiliki suasana antik yang menyenangkan. Terutama ia senang melihat motor bebek jaman dulu serta sepeda onthel yang dijadikan pajangan di dalam kedai. "Rasanya seperti kembali ke Jakarta tempo dulu," tandasnya.

Baca juga: Kisah pelancong melihat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan

Baca juga: Sandiaga kunjungi rumah para walikota di Setu Babakan

Baca juga: Kawasan Setu Babakan diperbaiki jelang Lebaran Betawi
 

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019