Jakarta (ANTARA) - Keterangan tersangka dugaan kepemilikan senjata api ilegal Kivlan Zen akan dikonfrontasi dengan keterangan tersangka percobaan pembunuhan Habil Marati, Iwan Kurniawan, dan nama lainnya yang akan saling dihadapkan untuk interogasi pada Selasa petang ini.

"Kami semua akan hadir sekitar pukul 17:00 WIB di Polda Metro Jaya," kata kuasa hukum Kivlan, Muhammad Yuntri, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Selain dihadap-hadapkan bersama Habil dan Iwan, kata Yuntri, kliennya juga akan dihadapkan dengan Titi dan Azmi yang juga saksi dalam kasus percobaan pembunuhan yang menetapkan Habil Marati sebagai tersangka.

"Iya nanti ada lima orang, ada Habil Marati, Iwan Kurniawan, Pak Kivlan, Titi dan Azmi. Ini semua pihak yang ada di unit II terkait dengan tersangka Habil Marati," ujar Yuntri.

Yuntri menuturkan, pada pemeriksaan Kivlan sebelumnya pada Senin (17/6), ia membantah semua keterangan yang disampaikan tersangka Iwan Kurniawan yang menurut dia adalah saksi kunci dalam kasus Habil Marati.

"Karena saksi kunci Habil Marati itu Iwan. Nah, kita bantah semua itu, nanti akan dibuktikan ketika dikonfrontasi apa iya ada keterlibatan pak Kivlan di situ," ucapnya.

Jika nantinya hasil konfrontasi tidak dapat membuktikan keterlibatan Kivlan, maka menurit dia, polisi wajib membebaskan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) itu.

"Ini akan menentukan apakah benar atau tidak daripada berita yang disangkakan kepada Habil Marati, kalau tidak sesuai ya nanti Pak Kivlan dibebaskan dari situ," ucap dia.

Sebelumnya, Kivlan mengakui telah menerima uang dari Politikus PPP Habil Marati. Ia menerima 4.000 dolar Singapura atau setara Rp42.400.000.

"Mengakui, tapi tidak sesuai dengan tuduhan. Uang itu hanya untuk demo (Supersemar). Tidak ada kaitan sama sekali dengan masalah pembelian senjata, membunuh tidak ada sama sekali," kata Yuntri.

Dalam pemeriksaan terakhirnya Senin (17/6), Kivlan memberikan nomor rekening ke penyidik untuk mengecek uang yang masuk.

"Dicek tadi rekening. Dikasihkan rekeningnya, bahwa terima ke rekening ia terima dan sampaikan ada. Yang satu Rp50 juta. Yang satu lagi 4.000 dolar Singapura untuk kegiatan antikomunis atau supersemar yang di Monas," tutur Yuntri.

Yuntri menerangkan, uang Rp50 juta itu diberikan Kivlan kepada anak buahnya Iwan Kurniawan yang saat ini juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Uang itu digunakan untuk tour ke daerah-daerah mengantisipasi gerakan-gerakan komunis.

Baca juga: Kivlan dipertemukan dengan saksi Selasa, usai ditanya 23 pertanyaan

Baca juga: Kivlan Zen kembali diinterogasi terkait aliran dana HM

Baca juga: Polisi: Pemeriksaan Kivlan terkait dana dari Habil Marati

Namun, Iwan yang menyanggupi mendatangkan 1.000 , ternyata tidak terjadi, bahkan Iwan sempat menghilang.

Adapun Yuntri mengungkapkan Kivlan dan Habil saling kenal mengenal sejak setahun yang lalu. Mereka kenal lewat sebuah grup di media sosial WhatsApp (WA).

Sementara, uang yang diterima Kivlan, kata Yuntri, diberikan secara sukarela oleh Habil. Tak ada imbalan apa pun yang diharapkan oleh Habil.

"Sukarela saja. Mereka kan kenal dari WA grup. Itu grup untuk diskusi saja tentang masalah kebangsaan. Itu ada gerakan GMBI, karena di diskusi itu berkembang butuh uang untuk keperluan gerakan antikomunis, beliau (Habil) kasih," terang Yuntri.

Meski telah kenal satu tahun, Yuntri menyebut kliennya tak terlau dekat dengan politikus PPP itu. "Dekat juga enggak, jauh juga enggak, tapi kenal baik," aku Yuntri.

Habil Marati disebut sebagai donatur eksekutor empat pejabat negara yang menjadi target pembunuhan. Ia menyerahkan uang Rp60 juta kepada para calon eksekutor.

Habil telah ditahan polisi. Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP Ade Ary, mengungkapkan Habil memberi uang kepada mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, Mayor Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zen, sebesar 15.000 dolar Singapura atau setara Rp150 juta.

Merujuk laporan Tempo, Kivlan memberikan uang itu kepada anak buahnya, Iwan Kurniawan alias Helmi Kurniawan untuk membeli senjata laras panjang dan pendek. Senjata itu disebut untuk menembak mati empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019