Jakarta (ANTARA) - Perseroan Terbatas Rekayasa Industri (PT Rekind) melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang atas penguasaan proyek Pabrik Amonia Banggai di Kabupaten Luwuk, Sulawesi Tengah, yang dilakukan PT Panca Amara Utama (PAU).

"Kami sudah melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian sebagai tindak pidana penggelapan karena penguasaan pabrik tanpa izin yang sah, kemudian masih menahan dan mengambil sejumlah uang yang merupakan hak milik Rekind," kata Corporate Secretary Rekind Dundi Insan Perlambang dalam pernyataan di Jakarta, Minggu.

Awal mula kasus ini, kata Dundi, ketika PAU menjalin kontrak kerja sama dengan sebuah perusahaan Jepang untuk mengerjakan pembangunan proyek Pabrik Amonia Banggai di Kabupaten Luwuk, Sulawesi Tengah.

Namun, perusahaan Jepang tersebut tidak sanggup melanjutkan pembangunan sehingga Rekind melanjutkan proyek dengan harga yang lebih kompetitif.

Melalui komitmen Rekind, proyek tersebut diselesaikan dengan kinerja yang baik dan pabrik telah beroperasi lebih dari kapasitas normal.

Meski demikian, PAU menolak untuk melakukan sisa pembayaran kepada Rekind, termasuk mengembalikan retention money yang ditahan setiap tagihan Rekind dengan dalih keterlambatan penyelesaian proyek.

"PAU bahkan meminta Rekind melakukan pembayaran penalti akibat keterlambatan proyek tersebut," kata Dundi.

Padahal, menurut Dundi, keterlambatan tersebut juga terjadi akibat kontribusi dari PAU yang turut campur dalam pengadaan proyek.

Kontrak proyek, menurut dia, sudah tidak bisa disebut sebagai lump sum sehingga tidak selayaknya Rekind terkena penalti akibat keterlambatan penyelesaian proyek.

Selain itu, keterlambatan juga terjadi akibat seringnya unjuk rasa di sekitar lingkungan proyek. Dalam hal ini Rekind ikut membantu PAU dalam menyelesaikan demonstrasi tersebut.

Di tengah berlangsungnya proses negosiasi, PAU secara tiba-tiba telah mencairkan dana performance bond Rekind sebesar 56 juta dolar AS melalui Bank Standard Chartered.

"Jadi, total kerugian yang diderita Rekind diperkirakan mencapai lebih dari Rp2 triliun. Hal ini tentu saja membuat Rekind merasa diperlakukan tidak adil," ujar Dundi.

Tidak hanya itu, Rekind juga didaftarkan pada Arbitrase Internasional Singapore dengan tuntutan sebesar 175 juta dolar AS oleh PAU.

"Kesewenang-wenangan PAU ini terlihat bahwa pabrik telah menghasilkan walaupun secara kontrak PAU belum boleh melakukan produksi komersial karena plant acceptance belum diberikan," kata Dundi.

Pewarta: Satyagraha
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019