Jakarta (ANTARA) - Penggugat perdata kasus dugaan pelecehan seksual di Jakarta Intercultural School (JIS) senilai Rp1,7 triliun tak membacakan replik gugatannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (22/4).

"Iya benar tadi sudah ada replik dari pihak penggugat, tetapi hanya diserahkan secara tertulis oleh kuasa hukumnya kepada Ketua Majelis Hakim Lenny Wati Mulasimadhi. Sidang dilanjutkan pada 16 Mei 2019 dengan agenda duplik," kata Kuasa hukum para mantan petugas kebersihan dan guru JIS, Richard Riwoe saat dihubungi di Jakarta, Senin malam.

Sementara itu, para praktisi psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani menyayangkan kasus tersebut diungkap kembali melalui gugatan perdata ibu korban, berinisial MAK.

Menurut Anna, sang ibu hanya melihat dari sisi materi tanpa memperhatikan dampak psikologi si anak dengan kembali memunculkan kasus ini ke publik.

“Kalau mereka tahu (anak), itu berbahaya bagi psikologinya,” kata Anna seperti dikutip dalam pernyataan tertulisnya.

Apalagi, kata Anna, pada awal kejadian anak tersebut masih kecil dan saat ini sudah beranjak besar. Hal itu akan berpengaruh terhadap perlakuan teman-teman sekolahnya saat ini, maupun lingkungan dia bermain.

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Anggi Aulina Harahap secara terpisah menilai, hal terpenting dari kasus ini adalah pemenuhan aspek kehidupan sehari-hari si anak bisa kembali normal, baik di lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan juga lingkungan sosial.

“Membantu korban bisa kembali beraktivitas itu lebih penting,” katanya.

Seperti diketahui, kasus JIS jilid II ini kembali muncul setelah pada September 2018, ibu MAK menuntut ganti rugi senilai Rp1,7 triliun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Total, ada 10 pihak yang kembali digugat yakni lima petugas kebersihan, dua orang guru, JIS, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Para petugas kebersihan telah menjalani hukum penjara dan kini dibebaskan bersyarat karena berkelakuan baik. Bahkan, salah satu petugas kebersihan ada yang meninggal di penjara sebelum divonis.

Kedua guru sendiri pun masih menjalani hukuman penjara sejak divonis beberapa tahun lalu.

Sang ibu juga pernah mengajukan gugatan senilai 125 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,6 triliun, namun tuntutan tersebut tidak dikabulkan.

“Dulu tidak berhasil lewat kasus pidana, sekarang dituntut kembali lewat perdata. Terlihat jelas, hampir pasti dan patut diduga kasus sodomi ini adalah kasus rekayasa sejak awal,” ujar kuasa hukum para mantan petugas kebersihan dan guru JIS, Richard Riwoe.

Baca juga: Empat pelaku kekerasan seksual pada siswa JIS divonis 8 tahun
Baca juga: Guru JIS terlibat pelecehan divonis 10 tahun





 

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019