Tanjungpinang (ANTARA) - Lembaga swadaya masyarakat (LSM)  Kelompok Diskusi Anti 86 minta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memantau penyelidikan oleh penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap kerusakan lingkungan di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, yang diduga disebabkan pertambangan bauksit.

"Kami mencium ada permasalahan serius dalam penyelidikan ini. Ada sejumlah pihak yang memiliki peran penting tetapi sampai sekarang belum dimintai keterangan oleh penyidik. Kami minta KPK untuk memantaunya," kata Lembaga Swadaya Masyarakat Kelompok Diskusi Anti 86 Ta'in Komari yang dihubungi Antara di Tanjungpinang, Rabu.

Ta'in menyebutkan orang-orang yang memiliki peran penting itu, seperti Gubernur Kepri Nurdin Nasirun, Bupati Bintan Apri Sujadi, mantan Kepala ESDM Kepri Amjon, dan mantan Kadis Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kepri Azman Taufik.

Gubernur Nurdin diduga sebagai pembuka jalan dengan memperpanjang izin usaha pertambangan PT Gunung Bintan Abadi. Sebanyak 19 izin pengangkutan dan penjualan bauksit yang antara lain berasal dari kawasan hutan, sejumlah kawasan di daratan Bintan dan pulau-pulau diberikan kepada sejumlah perusahaan yang bukan bergerak di bidang pertambangan.

Berdasarkan fakta di lapangan, aktivitas pertambangan dilakukan dengan modus membangun gudang, kolam ikan, taman, dan lainnya. Perusahaan mendapat izin mendirikan bangunan dari camat. Dari izin tersebut, Dinas ESDM Kepri merekomendasikan kepada Dinas PTSP untuk memberikan izin pengangkutan dan penjualan.

Fakta di lapangan menunjukkan bukti kuat bahwa perusahaan-perusahaan tersebut bukan ingin membangun kolam, gudang, maupun taman, melainkan mengeruk, mengangkut, dan menjual batu bauksit di lokasi tersebut ke PT GBA yang mendapat kuota 1,6 juta ton dan PT TAB dengan kuota 450.000 ton.

"Kejahatan pertambangan ini tidak berdiri sendiri. Ada sejumlah kegiatan ilegal yang hasilnya dijual kepada perusahaan yang mendapatkan kuota ekspor," katanya.

Peranan Pemprov Kepri yang besar berdasarkan UU Pemda tidak diiringi dengan fungsi pengawasan, pencegahan, dan penindakan sehingga terjadi pelanggaran.

"Bupati Bintan memiliki wilayah pemerintahan. Kenapa tidak mengambil sikap tegas ketika hutan dan lahan milik pemerintah dirusak?" katanya.

Ta'in berharap penyidik bersikap profesional dalam melakukan penyelidikan demi kepentingan bangsa dan negara.

"Saat ini hanya dua lembaga yang diharapkan negara dapat menyelesaikan permasalahan itu yakni KLHK dan KPK. Kami berharap kasus ini menjadi pembelajaran yang berarti bagi pengusaha dan oknum pemerintahan yang terlibat di dalamnya," ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memastikan kasus kerusakan lingkungan akibat pertambangan bauksit di pulau-pulau di KabupatenBintan, Provinsi Kepulauan Riau, akan naik sampai ke pengadilan.

Kepala Balai Penegakan Hukum Wilayah Sumatera, KLHK, Edward Hutapea mengatakan bahwa sampai sekarang penyidik belum menetapkan tersangka dalam kasus itu.

"Kami diberi waktu 3 bulan. Setelah gelar perkara, akan ditetapkan tersangka dalam kasus itu," tegasnya.

Ia mengatakan bahwa pemeriksaan terhadap mantan Kepala Dinas ESDM Kepri Amjon dan mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kepri Azman Taufik tergantung pada hasil penyelidikan sementara.

Model pemeriksaan yang dilakukan dari bawah ke atas, ujarnya.

"Jika nama Amjon dan Azman Taufik disebutkan oleh saksi-saksi, kedua pejabat itu diperiksa, termasuk Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan Bupati Bintan Apri Sujadi," tegasnya.

Edo, demikian sapaannya, mengatakan bahwa penyelidikan memang belum rampung. Sebanyak 15 pejabat Pemkab Bintan dan Pemprov Kepri sudah diperiksa. Pemeriksaan terus berlanjut terhadap pejabat dan perusahaan lainnya.

Terkait dengan perbaikan lingkungan dan hutan, Edo menegaskan bahwa hal itu tergantung pada keputusan pihak pengadilan. ***2***

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019