Makassar (ANTARA) - Sidang lanjutan pembakaran satu keluarga terkait motif narkoba di Jalan Tinumbu, Lorong 166 B, Kecamatan Tallo, Makassar, Sulawesi Selatan yang terjadi pada 6 Agustus 2018, di Pengadilan Negeri Makassar, Senin, kembali ditunda sehingga menimbulkan keributan.

"Kami dari tadi menunggu di pengadilan ternyata sidang ditunda dengan alasan tidak jelas. Saya bersama keluarga meminta keadilan sudah empat kali sidang ini ditunda, ada apa," ujar ibu korban, Hj Hamsinah didampingi puluhan keluarganya, di dalam kantor PN Makasar, Senin.

Ia mengatakan, anak, kemenakan, saudara dan orang tuanya harus meregang nyawa dibunuh secara keji dengan dibakar di dalam rumah yang dilakukan para terdakwa. Tetapi apa balasannya di meja peradilan, tidak ada kejelasan status hukum bagi pelaku.

"Keluarga saya sudah jelas terbunuh, tapi kenapa hukum belum berpihak kepada kami. Alasan demi alasan disampaikan tapi tidak pernah terang. Kami dijanjikan jaksanya akan menggelar sidang tanggal 1 bulan depan, mudah-mudah itu jelas," ujarnya lagi.

Pihak keluarga telah datang ke PN Makassar untuk mengikuti persidangan lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan kepada terdakwa, masing-masing M Ilham alias Ilo (23) dan Sulkifli Amir alias Ramma (22).

Namun, setelah menunggu lama, kekhawatiran muncul akan ada penundaan. Persidangan atas kasus ini ditunda dan tidak diketahui kapan agenda sidang selanjutnya. Penundaan sidang tersebut tercatat sudah empat kali.

Puluhan keluarga pun mulai masuk ke dalam kantor PN Makassar mempertanyakan kepada jaksa penuntut umum (JPU) terdakwa, sampai terjadi keributan di dalam kantor persidangan tersebut. Setelah disampaikan JPU akan ke Jakarta menindaklanjuti petunjuk Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Alasan jaksanya mau ke Jakarta meminta petunjuk Kejagung, mudah-mudahan itu benar agar kami tidak harus menggantung menunggu kepastian hukum," ujarnya.

Penasihat hukum korban, Rahmat Sanjaya mengatakan masih menunggu iktikat baik kejaksaan atas perkara ini, kendati persoalan tersebut dikembalikan kepada Kejagung untuk putusan tuntutannya.

"Kami kasih kesempatan sekali lagi, sebab ini soal tuntutan kepada terdakwanya. Kalau mau dihitung sudah empat kali ditunda sidangnya," katanya pula.

Selain itu masih berkaitan dengan soal ini, ungkap dia, sebelumnya, penyidik kepolisian menetapkan tiga tersangka masing-masing Wandi, Haidir Muttalib dan Riswan karena diduga mengeroyok korban Fahri yang akhirnya ikut terbakar di rumah kakeknya.

Ketiganya belakangan dibebaskan lalu dijadikan saksi, padahal sempat ditahan dan diperpanjang masa tahananannya di Kejaksaan Negeri Makassar. Sementara dua pelaku utama pembakaran, Ilham dan Sulkifli Amir tetap mengikuti proses sidang.

Keduanya didakwa melanggar pasal 170 ayat 1 dan 2, pasal 351 ayat 2 juncto, pasal 333 ayat 1 dan 2 KUHP dengan ancaman minimal 12 tahun penjara.

JPU terdakwa, Andi Zulkifli Herman saat memberikan penjelasan kepada keluarga korban, menegaskan akan ke Jakarta untuk meminta petunjuk kepada Jaksa Agung sekaitan dengan kasus tersebut, mengingat kasus ini menyita perhatian publik.

"Saya akan ke Jakarta dan meminta petunjuk Jaksa Agung, Rencana tanggal 1 April mudah-mudahan sudah ada petunjuk tentang tuntutan pada perkara ini," ujarnya lagi.

Sebelumnya, terjadi pembakaran rumah di Jalan Tinumbu, Lorong 166 B, RT 3, RW 2, Kelurahan Panampu, Kecamatan Tallo, Makassar, Senin (6/8/2018) dini hari.

Dalam rumah itu, ada enam orang yang meninggal dunia dalam keadaan terbakar. Korban diketahui masing-masing bernama Sanusi (70), Bondeng (65), Musdalifah (40), Fahri alias Desta (24), Namira Ramadina (21) dan Hijaz.

Motif pembakaran rumah tersebut diduga terkait utang narkoba Fahri kepada bos narkoba karena tidak dibayar serta uang transaksi narkoba tersebut tidak disetorkan. Polisi kemudian mengembangkan kasus ini dan selanjutnya menangkap enam orang.

Salah satu bos dan otak dari pembakaran rumah tersebut yakni Akbar Daeng Ampuh alias Rangga yang masih mendekam di Lapas Kelas I Makassar ikut ditetapkan sebagai tersangka.

Belakangan, Ampuh dikabarkan meninggal di dalam sel dengan alasan bunuh diri, namun kejadian itu masih menjadi misteri apakah bunuh diri atau disingkirkan orang tertentu karena mengetahui banyak tentang jaringan kartel narkoba.

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019