kalau dinyatakan positif TBC oleh dokter akan ditanya siapa di rumah itu, siapa teman main, siapa yang biasa bergaul
Magelang (ANTARA) - Kementerian Kesehatan memprioritaskan penemuan kasus tuberkulosis di daerah padat penduduk, tanpa mengecilkan pelaksanaan program penanganan penyakit tersebut di wilayah lainnya di Indonesia.

"Penemuan kasus sampai saat ini belum menggembirakan, maka kita prioritaskan daerah-daerah dengan populasi yang padat terlebih dahulu, tanpa mengecilkan daerah-daerah lain di luar Pulau Jawa," kata Direktur Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kemenkes Dr. Anung Sugihantono di Magelang, Minggu petang.

Ia mengatakan hal itu di sela Peluncuran Awal Peringatan Hari TBC Sedunia dan Peringatan 70 Tahun Kemintraan Amerika Serikat dan Indonesia di Taman Lumbini Candi Borobudur Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Hari TBC Sedunia jatuh setiap 24 Maret. Hadir pada kesempatan itu, antara lain Duta Besar AS untuk Indonesia Joseph R. Donovan, Jr., Direktur USAID (United States Agency for International Development) Erin E. McKee, dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

Data terakhir temuan kasus TBC di Indonesia, kata dia, sekitar 842 ribu kasus. Indonesia masuk urutan ketiga terbesar kasus itu setelah India dan China. Data hingga 2017, angka kematian di Indonesia karena TBC mencapai 110.000 jiwa.

Ia menyebut sejumlah daerah lain di Indonesia yang menjadi prioritas untuk penemuan kasus tersebut, antara lain Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Timur, Kalimanten Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

"Upayanya salah satunya melacak kasus, kalau dinyatakan positif oleh dokter akan ditanya siapa di rumah itu, siapa teman main, siapa yang biasa bergaul dengan saya. Itulah  diupayakan pelacakan TBC," katanya.

Ia menyebut petugas lapangan yang melakukan pelacakan, antara lain kader kesehatan, tenaga medis puskesmas, termasuk tenaga kesehatan di lembaga pemasyarakatan.

Mereka telah menjalani pelatihan untuk mengetahui berbagai tanda seseorang mengidap TBC, seperti batuk dengan mengeluarkan dahak, keringat dingin pada malam hari, dan berat badan turun tanpa penyebab yang jelas.

Ia juga menjelaskan tentang investigasi kontak nasional terkait dengan penanggulangan TBC itu untuk menemukan pasien TBC dan TBC laten, yaitu pasien yang tidak atau belum menunjukkan gejala penyakit itu. Mereka selanjutnya mendapatkan perawataan hingga sembuh.

Dubes Donovan mengatakan kerja sama AS dan Indonesia untuk memerangi TBC telah berlangsung sejak 20 tahun lalu dengan 700.000 orang terkena TBC yang telah mendapatkan manfaat kerja sama itu.

Ia mengharapkan Indonesia bebas TBC pada 2030 karena penyakit itu dapat diobati.

Siapa pun yang mengalami batuk lama, ujar dia, harus berkonsultasi dengan tenaga kesehatan, sedangkan pengobatan TBC secara gratis di bawah Jaminan Kesehatan Nasional.

Ia menjelaskan meskipun TBC dapat dicegah dan disembuhkan, penyakit itu tetap menjadi ancaman kesehatan publik global. Penyakit TBC menjadi 10 besar penyebab kasus kematian di seluruh dunia, sedangkan lebih dari 10 juta kasus TBC berkembang selama 10 tahun terakhir dan membunuh lebih dari satu juta orang setiap tahun.

Amerika Serikat, katanya, memiliki visi yang sama dengan komunitas global akan dunia bebas TBC.

"Kami bangga bisa terus membantu Indonesia untuk mewujudkan visi bersama ini dan masa depan makmur dan sehat untuk generasi masa depan AS dan Indonesia," katanya.

Direktur USAID Erin mengatakan selama 20 tahun terakhir Indonesia dan pemerintah AS melalui USAID melaksanakan berbagai program dan kemitraan dalam perang melawan TBC.

Ia juga menjelaskan tentang pendekatan baru dalam penanganan TBC, yakni "Accelerator to End TBC".

"Kami bermitra untuk menggabungkan kekuatan investasi, komitmen bersama dan solusi lokal untuk semakin menurunkan beban TBC Indonesia," katanya.


Baca juga: Wapres serukan dunia bersatu berantas tuberkulosis
Baca juga: Waspada, batuk berdahak tak kunjung sembuh gejala TBC

Pewarta: M. Hari Atmoko
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019