Palu (ANTARA News) - Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola mengemukakan bahwa menurut hasil verifikasi terkini dampak bencana alam 28 September 2018 jumlah korban jiwa akibat gempa bumi, tsunami dan likuefaksi mencapai 4.340 orang.

Saat memimpin rapat finalisasi data dan informasi serta rekapitulasi korban bencana di Palu, Selasa, Gubernur mengatakan pemerintah provinsi sudah menerbitkan surat keputusan mengenai penetapan korban jiwa dan kerusakan akibat bencana tersebut.

Didampingi Ketua DPRD Sulawesi Tengah Aminuddin Ponulele dan Sekretaris Daerah Provinsi Hidayat Lamakarate, Gubernur merinci jumlah korban meninggal dunia yang teridentifikasi di Kota Palu 2.141 orang, Kabupaten Sigi 289 orang, Donggala 212 orang dan Parigi Moutong 15 orang atau total 2.657 orang.

Selain itu ada 667 orang yang tidak ditemukan, dan 1.016 jenazah korban meninggal yang tak bisa diidentifikasi 1.016 sehingga total korban jiwa 4.340 orang, kata Gubernur.

"Untuk para korban meninggal dunia kami sudah mengajukan usul ke Mensos untuk mencairkan santunan kematian kepada para korban berdasarkan nama dan alamat masing-masing sebesar Rp15 juta/orang, sedangkan untuk rumah yang rusak juga sudah diusulkan ke BNPB pencairan stimulan untuk perbaikan," katanya.

Bencana itu juga menyebabkan 17.293 rumah rusak ringan, 12.717 rumah rusak sedang dan 9.181 rumah rusak berat dan 3.673 rumah hilang di Kota Palu; serta mengakibatkan 10.612 rumah rusak ringan, 6.480 rumah rusak sedang dan 12 ribu lebih rumah rusak berat serta 302 rumah hilang di Kabupaten Sigi.

Sementara di Kabupaten Donggala bencana menyebabkan 7.989 rumah rusak ringan, 6.099 rumah rusak sedang dan 7.215 rumah rusak berat dan 75 rumah hilang; dan di Kabupaten Parigi Moutong menyebabkan 4.191 rumah rusak ringan, 826 rumah rusak sedang dan 533 rumah rusak berat.

Rapat koordinasi tersebut antara lain menghasilkan kesepakatan bahwa warga yang kehilangan tempat tinggal akibat bencana alam dan lokasi rumahnya masuk zona merah dalam peta bencana, dibuktikan dengan surat kepemilikan atau surat keterangan dari pemerintah setempat, berhak mendapatkan hunian sementara dan hunian tetap serta mendapatkan jaminan hidup selama 60 hari sejak menempati hunian sementara.

Selain itu rapat menyepakati bahwa warga yang rumahnya rusak berat dan dibuktikan dengan surat kepemilikan atau surat keterangan pemerintah setempat dan surat keterangan dari tim penilai berhak mendapatkan hunian sementara dan dana stimulan Rp50 juta serta mendapat jaminan hidup selama 60 hari sejak menempati hunian sementara.

Sementara warga yang rumahnya rusak sedang dan rusak ringan dibuktikan dengan surat kepemilikan atau surat keterangan dari pemerintah setempat dan surat keterangan dari tim penilai, menurut kesepakatan rapat, berhak mendapatkan dana stimulan masing-masing Rp25 juta dan untuk rusak ringan Rp10 juta.

Gubernur menegaskan bahwa warga yang berhak mendapat hunian tetap atau dana stimulan adalah pemilik rumah atau salah seorang ahli warisnya dengan ketentuan bahwa setiap pemilik rumah hanya mendapatkan satu unit hunian tetap atau mendapat dana stimulan untuk satu unit rumah.

Para ahli waris yang mendapatkan santunan duka dari pemerintah adalah ahli waris yang kehilangan anggota keluarganya karena meninggal dunia dibuktikan dengan surat keterangan kematian dari pemerintah setempat.

Sedangkan warga yang saat kejadian hanya mengontrak rumah tidak mendapatkan fasilitas hunian sementara, hunian tetap dan dana stimulan.

Di tempat terpisah, Kepala Biro Humas dan Protokoler Pemprov Sulteng Haris Kariming mengemukakan bahwa rapat finalisasi data dampak bencana alam ini digelar sehubungan rencana kunjungan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Palu.

Menurut dia, Wakil Presiden akan memimpin rapat koordinasi penanganan dampak bencana gempa bumi, tsunami dan likuefaksi di Kantor Gubernur Sulteng Kota Palu pada Kamis (31/1) siang.

Baca juga:
Kemensos kembali salurkan Rp2,9 miliar bantuan ke Sulteng
Kementerian PUPR targetkan hunian bagi korban bencana Sulteng rampung Februari 2019

 

Pewarta: Rolex Malaha
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019