Jakarta (ANTARA News) - Polda Bali meminta kuasa hukum Hartono Karjadi, Boyamin Saiman, membuktikan ancamannya soal rekamam CCTV yang bisa menunjukkan polisi menjemput paksa Hartono. 

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali, Komisaris Besar Polisi Yuliar Kus Nugroho, dalam siaran pers, Sabtu, memastikan mereka tidak menjemput paksa terhadap Hartono yang sedang berobat di Singapura.

"Tidak mungkin kami melakukan itu. Kalau ada bukti rekaman CCTV, ya silakan saja. Di Singapura kan CCTV semua," kata Nugroho.

Ia bilang, mereka sudah memanggil tersangka kasus dugaan penggelapan dan pemberian keterangan palsu itu sebanyak tiga kali untuk diperiksa. 

"Saat panggilan pertama dan kedua, kuasa hukum Hartono menyampaikan kliennya tidak bisa hadir karena sakit. Otomatis keluar surat untuk pengecekan kebenaran itu. Karena sebelumnya, kami dipraperadilankan. Kemudian penyidik dilaporkan karena dianggap tidak profesional ke Propam. Dengan itikad seperti ini, apa benar dia sakit?" kata dia.

Ia memastikan, upaya polisi memastikan kebenaran Hartono dirawat di rumah sakit di Singapura, telah mendapat izin.

Mereka pun merasa heran kubu Hartono baru meributkan kedatangan polisi, baru-baru ini. Pasalnya pengecekan polisi ke Singapura dilakukan pada Oktober 2018. 

"Saya tekankan lagi pada pihak Hartono, kalau di dalam pusaran hukum itu kan kaitannya alat bukti. Tempus, locus, peristiwa itu dan sebagainya," jelas dia.

Sementara soal kasus penggelapan dan pemberian keterangan palsu Hartono, lanjut dia, pihaknya melakukan gelar perkara di Polda Bali dan Markas Besar Kepolisian Indonesia. 

Seluruh alat bukti seperti keterangan ahli, saksi, dokumen dan surat yang ada sudah membuktikan Hartono melakukan penggelapan dan pemberian keterangan palsu. 

Hartono, kata dia, memiliki saham yang sudah dijaminkan, tetapi menjual sahamnya ke pihak lain.
 
"Apa pun alasannya, tetap dia harus mempertanggungjawabkan secara hukum. Makanya kami imbau datanglah untuk diambil keterangannya," katanya. 

Pewarta: Anita Dewi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019