Ternate (ANTARA News) - Sejumlah warga Kelurahan Rum Balibunga di Kepulauan Tidore, Maluku Utara, khususnya yang berdomisili di sekitar areal Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Rum Tidore mengeluhkan debu dampak penggunaan batu bara dari pembangkit listrik dan minta direlokasi.

Salah seorang warga Rum Balibunga, Risman saat dihubungi dari Ternate, Sabtu, mengaku pasrah dengan kondisi yang ada dan saat tidurpun mereka terpaksa menggunakan masker karena adanya debu batu bara.

Keluhan tersebut sudah berulangkali-kali disampaikan, baik dalam pertemuan antara pihak PLTU maupun Pemerintah Kota (Pemkot) Tidore Kepualuan. Namun sampai saat ini pun belum mendapat solusi. 

Hal ini juga termasuk janji pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat untuk menguji kelayakan udara yang dijanjikan pun tidak kunjung dilaksanakan.

Pemkot Tidore Kepulauan, Maluku Utara, menyatakan belum dapat mengabulkan permintaan relokasi warga yang terkena dampak debu batu bara dari operasional PLTU Rum Tidore. 

Sementara itu, Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan Muhammad Sinen dalam siaran persnya mengatakan untuk saat ini pihaknya belum dapat merealisasikannya dengan pertimbangan besarnya anggaran relokasi.

"Untuk relokasi itu membutuhkan anggaran yang cukup besar, jadi saya minta warga harus lebih banyak bersabar," katanya.

Sinen mengatakan terkait persoalan debu yang mengganggu aktivitas warga itu seharusnya jangan hanya menyalahkan pihak PLTU saja, mengingat jauh sebelum dibukanya pembangkit listrik tersebut, masalah dampak pembangunannya telah dibahas bersama, tetapi justru warga masyarakat setempat yang menerima pengoperasiannya. 

"Saya sewaktu masih di DPRD, masalah dibangunnya PLTU ini sudah ditolak karena masalah dampaknya yang terlalu besar. Hanya oleh masyarakat dengan harapan supaya dapat biaya pembebasan lahan yang lebih besar, maka saya dibilang provokator, sekarang baru mereka mengeluh," kata Sinen.

Baca juga: Perusahaan nasional selesaikan pembangunan PLTU Tidore

Baca juga: Peneliti ingatkan limbah PLTU tingkatkan suhu lau

Baca juga: Laporan dari San Fransisco - GCAS suarakan bisnis energi hijau

 

Pewarta: Abdul Fatah
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2019