Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan pengajuan dana hibah dari Pemerintah Kota Bekasi terkait pengelolaan sampah dalam perjanjian kerja sama sebesar Rp2,09 triliun belum bisa dicairkan karena menunggu pembahasan lebih lanjut.

Kepala Biro Tata Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Premi Lasari mengatakan dana Rp2,09 triliun yang diajukan Pemkot Bekasi tersebut harus masuk ke dalam pembahasan terlebih dulu di rapat Kebijakan Umum Anggaran dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI 2019.

"Saya 'kan harus merapatkan dulu KUA-PPAS di DPRD sedang berjalan untuk 2019. Artinya, proposalnya akan kami bahas dulu," katanya.

Biro pemerintahan hanya sekretaris. "Kami ada tim koordinasi bantuan keuangan," katanya.

Itu nanti akan dibahas tim koordinasi bantuan keuangan. "Itu nanti kami laporkan ke TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah DKI), selanjutnya dilaporkan ke DPRD," kata Premi di Jakarta, Jumat.

Proposal pengajuan dana hibah terkait pengelolaan sampah sebesar Rp2,09 triliun dari Pemkot Bekasi kepada Pemprov DKI Jakarta tersebut diajukan pada Senin (15/10/2018) lalu.

Premi mengatakan pada mulanya Pemkot Bekasi mengajukan dana hibah sebesar Rp1 triliun. Namun besaran dana itu kemudian direvisi menjadi Rp2,09 triliun.

Nantinya, dana yang diajukan dalam proposal itu akan digunakan untuk pembangunan flyover atau jalan layang Cipendawa, jalan layang Rawa Panjang dan juga untuk pembebasan lahan Jalan Siliwangi.

"Flyover Cipendawa, Flyover Rawa Panjang, Jalan Siliwangi itu semua termasuk pembebasan lahan. Tahun 2017, Cipendawa dan Rawa Panjang itu Pemprov DKI yang bantu. Untuk bantuan keuangan 2017 itu, dua flyover itu masih berproses sampai Desember 2018," ujarnya.

Atas proposal dana hibah tersebut, Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Jhonny Simanjutak menilai dana hibah yang diajukan Pemkot Bekasi terlalu berlebihan.

Dia pun mengingatkan, Bekasi dan Jakarta adalah sama-sama bagian dari Republik Indonesia yang saling membutuhkan. Terlebih lagi kedua kota ini terletak bersebelahan.

"Bagaimanapun, 'kan kita harus bisa saling memahamilah. Dalam artian demi pembangunan secara utuh itu harus diperhatikan," kata Jhonny saat dihubungi.

Politikus PDIP itu beranggapan proposal dana hibah sebesar Rp2,09 Triliun terlalu besar untuk diberikan kepada Kota Bekasi, walaupun anggaran tersebut sangat diharapkan dapat membantu memuluskan pengangkutan sampah dari DKI ke kawasan Bantargebang, Bekasi.

"Kita juga memahami bahwa Kota Bekasi 'kan punya keterbatasan dana. Karena itu tidak salah kalau mengharapkan dana hibah itu. Tapi maksud saya nilai itu terlalu besar," ujarnya.

Belasan truk sampah DKI Jakarta dihentikan oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bekasi di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat (Jabar). Truk bermuatan sampah warga DKI itu dihadang setelah keluar dari gerbang Tol Bekasi Barat menuju tempat pengolahan sampah (TPS) terpadu Bantargebang.

Menurut Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, penghentian truk sampah DKI Jakarta dilakukan karena ada beberapa kewajiban DKI sebagai mitra tidak berjalan lancar.

Dia mengatakan, sejak kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan, DKI tidak lagi memberikan hibah untuk pengelolaan Bantargebang. Namun hanya memberikan dana kompensasi aroma bau tumpukan sampah ke masyarakat.

"Hibah tahun ini belum kelihatan. Kalau bau itu memang suatu keharusan karena ada volume 300.000 meter kubik lebih sampah DKI," kata dia.

Rahmat kemudian membandingkan dengan kepemimpinan gubernur sebelum Anies Baswedan. DKI sebelumnya memberikan hibah kemitraan dalam bentuk pembangunan fisik untuk mempelancar jalur truk sampah, seperti pembangunan Jembatan Jatiwaringin, flyover Rawa Panjang dan flyover Cipendawa.

Pemberian dana hibah ketika itu sebesar Rp200 miliar. 
 

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018