Supaya hutan kami tidak hancur
Merauke, Papua  (ANTARA News) - Masyarakat Hukum Adat (MHA) Kombay menggelar ritual besar Festival Pesta Ulat Sagu atau Yame yang melibatkan ratusan orang dari komunitas di dalam dan luar masyarakat adat  sebagai rasa syukur, sekaligus melindungi hutan.

Tuan pesta Festival Pesta Ulat Sagu, Yambumo Kwanimba di Kampung Uni, Distrik Bomakia, Merauke, Papua, Kamis, mengatakan tujuan festival ini untuk melindungi hutan mereka dari masuknya perusahaan ke wilayah masyarakat adat Kombay.

"Supaya hutan kami tidak hancur, karena hutan kami termasuk kecil. Harapannya festival ini berlanjut tahun berikutnya, karenanya hutannya tetap harus ada, supaya tanaman sagu tetap ada," kata Yambumo.

Pesta Ulat Sagu, menurut dia, pada awalnya sebenarnya sebuah ritual tidak hanya untuk rasa syukur kepada Tuhan, leluhur, alam semesta, sesama, dan melindungi hutan, tetapi juga menjaga perdamaian.

Direktur Perkumpulan Silva Papua Lestari (PSPL), Kristian Ari di Distrik Bomakia, Kabupaten Boven Digoel, Papua, mengatakan Yame memiliki pesan moral kerja sama dan solidaritas persaudaraan yang tinggi.

Pesta ulat sagu, menurut dia, sesungguhnya merupakan ritual adat rutin yang dilakukan MHA Kombay. Namun kali ini mereka menggelar ini dalam skala festival yang melibatkan banyak masyarakat adat dari berbagai kampung atau marga.

Dengan festival ini, lanjutnya, sekaligus ingin mengajak semua, baik legislatif, yudikatif, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan media membantu mereka untuk mendapatkan hak pengelolaan Hutan Adat.

Hal yang masih menjadi kendala berat dalam upaya pengajuan Perhutanan Sosial untuk Hutan Adat bagi MHA Kombay maupun MHA lainnya di Papua adalah belum adanya Perda-Perda Pengakuan Masyarakat Hukum Adat, ujar Kristian.

Sebelumnya Kepala Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua, John Way mengatakan Festival Pesta Ulat Sagu ini termasuk sebagai ajang wisata. Jika dikembangkan lebih lanjut lagi ini bisa menjadi ekowisata di Papua.

Baca juga: Festival Pesta Ulat Sagu Kombay pertama di Papua
 Baca juga: Gema 1000 Tifa Pada Festival Danau Sentani

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018