Jakarta (ANTARA News) - Profesor Antropologi dan Direktur Institut Kebudayaan, Agama, dan Urusan Dunia (CURA) di Universitas Boston, Amerika Serikat, Robert Hefner mengatakan konsep Jalan Tengah menghargai perbedaan sebagai kekayaan bersama yang harus dijaga dan dihormati. 

"Salah satu kesimpulan yang akan saya bawa pulang dari pertemuan ini adalah keberagaman, kemajemukan, pluralitas yang luar biasa itu merupakan satu tantangan besar yang harus dihadapi dengan sebuah sikap pengakuan dan penerimaan terhadap dignitas masyarakat dan perorangan," kata Hefner dalam konferensi pers Forum Perdamaian Dunia ke-7 di Jakarta, Kamis. 

Dia menuturkan jika sikap Wasathiyah (moderasi) dipegang sebagai titik tolak prinsip dasar dari kebijakan ekonomi, migrasi dan kekeluargaan maka dampaknya sangat terasa baik tingkat nasional maupun internasional.

Begitu juga dengan Valeria Martano, yang merupakan tokoh dari Community of Sant Egidio dari Italia, yang menuturkan bahwa tantangan saat ini adalah seluruh masyarakat harus menemukan jalan untuk hidup bersama secara damai, yakni dengan saling menghargai perbedaan termasuk dalam aspek agama, kebangsaan maupun budaya.

Dia menuturkan Forum Perdamaian Dunia menjadi pertemuan yang penting untuk duduk bersama-sama untuk menjawab tantangan yang ada di masa sekarang seperti ekstrimisme dan radikalisme.

"Kita saling belajar bagaimana mengenal satu sama lain dan mengapresiasi perbedaan sebagai kekayaan," tuturnya.

Ketua Perhimpunan Majelis Buddha Indonesia Philip K Widjaja mengemukakan Jalan Tengah berarti mengedepankan toleransi dan tidak memaksakan kehendak atau kepentingan diri sendiri pada orang lain. 

"Jalan Tengah artinya kita tidak ekstrim ke sebelah sini, tidak ekstrim ke sebelah sana, tidak sama-sama memaksakan kehendaknya saya harus ini anda harus itu, tapi kita sama-sama cari jalan tengahnya," jelasnya.

Ketua Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Henriette Tabita Lebang Hutabarat menambahkan Jalan Tengah menjadi sikap atau cara hidup masyarakat yang dimulai dari komunitas kecil yakni keluarga lalu menyebar ke masyarakat pada umumnya. 

"Acara global ini memberi inspirasi bahwa bersama-sama kita menemukan jalan tengah untuk membangun masyarakat yang lebih beradap, saling menopang, saling menerima dan saling menghargai," tuturnya. 

Sementara itu, Simone Sinn yang merupakan profesor Teologi Ekumenis di Institut Ekumenis Bossey di Dewan Gereja-Gereja Dunia di Switzerland menuturkan agama memiliki peran penting sebagai kekuatan bagi terciptanya transformasi peradaban manusia yang lebih baik. 

Tranformasi itu mengarah pada situasi di mana seluruh masyarakat dapat hidup bersama, terbebas dari kebencian dan rasa saling bermusuhan karena perbedaan, namun justru membangun kepercayaan dan persahabatan. 

"Jalan Tengah sebagai ruang bagi orang-orang yang berbeda-beda untuk bergabung dan berdialog serta mendengarkan satu sama lain," tuturnya. 

Direktur Departemen Urusan Antaragama Komite Yahudi Amerika di Yerusalem Rabbi David Shlomo Rosen menambahkan agama juga berperan penting untuk menyediakan sebuah rekonsiliasi dan kompromi. 

"Kompromi berarti bersama-sama kita berusaha membawa sebuah janji dengan niat yang baik bagi satu sama lain  dan dunia," tuturnya. 

Dia berharap semangat dari konsep Jalan Tengah atau Wasathiyah dapat berkembang di dunia sehingga dunia akan menjadi tempat yang lebih baik, adil, damai dan harmonis. 

"Semua agama mencari kebaikan kemanusiaan untuk dunia yang lebih baik. Itu adalah kewajiban yang harus kita capai bersama," ujarnya.

 Baca juga: Forum Perdamaian Dunia Ke-7 hasilkan Pesan Jakarta

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018