Depok (ANTARA News) - Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menegaskan bahwa Komando Operasi Pasukan Khusus Gabungan (Koopsusgab) yang terdiri dari pasukan elite TNI memag sudah aktif dalam menanggulangi terorisme yang terjadi di Indonesia.

"Koopsusgab memang sudah aktif. Dulu setiap operasi, bergerak sendiri-sendiri. Sekarang otomatis operasinya gabungan dalam menanggulangi terorisme," kata Menhan usai memberi arahan kepada perwira Kostrad di Gor Kartika Divif I Kostrad Cilodong, Depok, Jawa Barat, Selasa.

TNI sendiri memiliki pasukan khusus untuk menanggulangi teror, yakni Dansat 81 Gultor Kopassus TNI AD, Denbravo 90 Paskhas TNI AU dan Denjaka TNI AL.

Ia meminta semua pihak tidak perlu memperdebatkan pelibatan TNI melalui satuan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopsusgab).

Satuan yang dibentuk mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Moeldoko pada awal 2015 itu merupakan gabungan pasukan elite, seperti Dansat 81 Gultor Kopassus TNI AD, Detasemen Jalamangkara TNI AL, dan Detasemen Bravo 90 TNI AU.

Menurut Ryamizard, dalam mengatasi persoalan terorisme dibutuhkan kerja sama seluruh komponen bangsa.

"Menghadapi teroris bukan hanya saja polisi dan tentara. Saya optimis kok dengan tentara," kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini.

Menhan pun berharap pembahasan RUU Nomor tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme atau Antiterorisme di DPR dapat segera dirampungkan. Regulasi itu dinilai dapat mempercepat tugas TNI dan Polri untuk memberantas terorisme di Tanah Air.

"Apapun yang dibuat untuk bangsa dan negara ini kita mendorong terus, enggak boleh kita namanya UU Teroris masak kita sudah beberapa kali dihajar (dibom) gitu masih melulu mundur maju," ucapnya.

Menurut dia, apabila militer sesuai UU Antiterorisme jadi dilibatkan dalam upaya memberantas berbagai aksi terorisme, porsi penugasan maupun kerja sama antara pasukan TNI dan Polri di lapangan bakal berjalan dinamis.

"Itu tergantung. Kalau (penindakan) semua polisi, ya polisi. Kalau semua tentara, ya tentara. Artinya sama-sama. Lihat mana yang menindak, jika berat di hukum tentu polisi, sedangkan kalau sudah menggunakan alat perang seperti bom, ya harus tentara," tegas Ryamizard.

Ia juga menyoroti fenomena teroris perempuan yang membawa serta anak-anaknya untuk melakukan pengeboman. Menurutnya, orang seperti itu sudah tidak waras.

"Coba, ada ibu bawa anaknya perempuan, anaknya itu disayang-sayang, digigit nyamuk nggak boleh, ini disuruh bawa bom. Itu sudah pikir orang gila, itu jadi kita menghadapi orang gila sekarang, bukan masalah jihad, tapi orang gila," ucap Ryamizard.

Baca juga: Arteria Dahlan minta publik agar mengapresiasi pembentukan Koopssusgab

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018