Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menegaskan lembaganya tidak membangkang kepada pemerintah dalam hal ini Kemenkopolhukam terkait penetapan calon Gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus sebagai tersangka.

"Kami sangat memperhatikan usulan dari Pak Menkopolhukam, cuma kebetulan saja kasus yang ini memang sudah saatnya diumumkan," kata Syarif seusai konferensi pers penetapan Ahmad Hidayat Mus sebagai tersangka di gedung KPK, Jakarta, Jumat.

Lebih lanjut, Syarif pun mengungkapkan bahwa masyarakat di Maluku Utara, khususnya di Kabupaten Kepulauan Sula juga sudah kesal dengan praktik korupsi yang terjadi di sana.

Bahkan kata dia, saat dirinya dan pimpinan KPK lainnya berkunjung sempat kena tegur dari masyarakat soal kasus korupsi di sana.

"Masyarakat di Maluku Utara itu sebenarnya khususnya di Kabupatennya dia itu ya bayangin saja kami juga diomelin terus ke sana. Bahkan sebenarnya pernah diproses oleh penegak hukum lain hingga berakhir seperti itu sehingga masyarakat kekecewaannya sangat besar," ucap Syarif.

Lebih lanjut, Syarif juga mengungkapkan bahwa pihaknya tak ingin menggagalkan pesta demokrasi dalam hal Pilkada 2018.

"Ini sudah sesuai dengan ritme kerja yang ada proses lidiknya sudah dan sekarang memang sudah saatnya, masa kami harus nunggu lagi," ungkap Syarif.

Sebelumnya, pada Senin (12/3), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto meminta KPK untuk menunda pengumuman calon kepala daerah dalam Pilkada 2018 yang menjadi saksi maupun tersangka kasus korupsi.

Tujuannya agar tahapan pilkada serentak serta pencalonan kandidat tidak terganggu dengan adanya proses hukum yang harus dipenuhi calon kepala daerah.

KPK baru saja mengumumkan Ahmad Hidayat Mus yang juga Bupati Kepulauan Sula 2005-2010 bersama Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sula 2009-2014 Zainal Mus sebagai tersangka tindak pidana korupsi kasus pengadaan pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Kabupaten Kepulauan Sula Tahun Anggaran 2009.

Tersangka Ahmad Hidayat Mus selaku Bupati Kepulauan Sula 2005-2010 bersama-sama dengan Zainal Mus selaku Ketua DPRD Kepulauan Sula 2009-2014 diduga telah menguntungkan diri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Terkait pengadaan pembebasan lahan di Bandara Bobong pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009 di Kabupaten Kepulauan Sula.

Ahmad Hidayat Mus dan Zainal Mus disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dugaan kerugian keuangan negara berdasarkan perhitungan dan koordinasi dengan BPK adalah sebesar Rp3,4 miliar sesuai jumlah pencairan SP2D kas daerah Kabupaten Kepulauan Sula.

Untuk diketahui, Ahmad Hidayat Mus merupakan calon Gubernur Maluku Utara dalam Pilkada 2018 berpasangan dengan Rivai Umar.

Pasangan tersebut diusung oleh Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018