Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi total menyita 23 unit mobil terkait penerimaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang dengan tersangka Bupati nonaktif Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatang, Abdul Latif.

"Sejauh ini, penyidik telah menyita sejumlah aset baik yang diduga terkait penerimaan suap, gratifikasi atau tindak pidana pencucian uang," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat.

Dari 23 mobil yang disita itu terdapat delapan mobil mewah, antara lain, BMW, Toyota Vellfire, Lexus, dua Hummer/H3 jenis Jeep, Jeep Rubicon Model COD 4DOOR, Jeep Rubicon Brute 3.6, dan Cadilac Escalade.

Selanjutnya, Toyota Hiace tiga unit, Toyota Fortuner, Daihatsu Gran Max sebanyak unit, dan Toyota Calya dua unit.

Selain mobil, KPK juga menyita delapan unit motor terdiri atas BMW Motorrad, Ducati, Husberg TE 300, KTM 500 EXT, dan Harley Davidson empat unit.

Syarif menyatakan seluruh kendaraan yang disita tersebut dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Banjarmasin, Kalimantan Selatan dan Jakarta Barat.

"Untuk delapan unit mobil dan delapan unit motor dibawa ke Jakarta melalui jalur laut dengan menggunakan kapal reguler dan kemudian dititipkan di Rubpasan Jakarta Barat. Jika cuaca dan perjalanan baik, diperkirakan kapal akan datang pada awal minggu depan di Pelabuhan Tanjung Priok," ucap Syarif.

KPK baru saja mengumumkan Abdul Latif sebagai tersangka penerimaan gratifikasi dan TPPU pada Jumat (16/3).

Abdul Latif sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima gratifikasi yang dianggap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah.

Abdul Latif menerima dari sejumlah pihak dalam bentuk "fee" proyek-proyek dalam APBD Pemkab Hulu Sungai Tengah selama kurun masa jabatannya sebagai Bupati.

Diduga Abdul Latif menerima "fee" dari proyek-proyek di sejumlah Dinas dengan kisaran 7,5 sampai 10 persen setiap proyeknya. Total dugaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas yang diterima Abdul Latig setidak-tidaknya Rp23 miliar.

Terkait dugaan penerimaan gratifikasi tersebut, Abdul Latif disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selama menjabat sebagai Bupati, Abdul Latif diduga telah membelanjakan penerimaan gratifikasi tersebut menjadi mobil, motor, dan aset lainnya baik yang diatasnamakan dirinya dan keluarga atau pihak lainnya.

Dalam proses pengembangan perkara ini, KPK menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukan oleh Abdul Latif selama periode jabatannya sebagai Bupati Hulu Sungai Tengah.

Terkait dugaan TPPU tersebut, Abdul Latif disangkakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Abdul Latif bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka tindak pidana korupsi suap terkait pengadaan pekerjaan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Damanhuri Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun Anggaran 2017 pada 5 Januari 2018.

Diduga sebagai pihak penerima, yaitu Abdul Latif, Direktur Utama PT Putra Dharma Karya Fauzan Rifani, Direktur Utama PT Sugriwa Agung Abdul Basit. Sedangkan diduga sebagai pihak pemberi, Donny Witono.

Diduga pemberian uang sebagai "fee" proyek pembangunan ruang perawatan Kelas I, II, VIP, dan super VIP di RSUD Damanhuri, Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Dugaan komitmen "fee" proyek itu adalah 7,5 persen atau sekitar Rp3,6 miliar.

Baca juga: Mobil mewah dan moge Bupati Hulu Sungai Tengah dibawa ke Jakarta

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018