Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap menghormati putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak tiga permohonan uji materi Pasal 79 ayat (3) UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) terkait dengan hak angket DPR kepada KPK.

"Meskipun KPK kecewa dengan putusan tersebut, namun tentu sebagai institusi penegak hukum KPK tetap menghormati putusan pengadilan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Febri pun menyatakan bahwa lembaganya akan membaca dan melakukan analisis lebih detil secara internal terkait dengan putusan tersebut dan sejauh mana konsekuensi-konsekuensinya terhadap kelembagaan KPK.

"Hasil pembahasannya ini tentu akan sangat berpengaruh nantinya terkait dengan bagaimana sikap KPK dan juga bagaimana relasi KPK dengan DPR khususnya dengan Pansus Hak Angket, jadi itu masih perlu kami pelajari lebih lanjut," tuturnya.

Namun, kata dia, dalam putusan itu terdapat pertimbangan hakim yang menegaskan bahwa kewenangan pengawasan DPR RI tidak bisa masuk pada proses yudisial yang dilakukan KPK.

"Proses yudusial itu adalah penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Kenapa? Karena proses yudisial ini harus berjalan secara independen dan pengawasannya sudah dilakukan oleh lembaga peradilan mulai dari proses praperadilan, pengawasan horizontal sampai dengan proses berlapis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tingkat pertama, tingkat banding, dan tingkat kasasi," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa asal mula terbentuknya Pansus Hak Angket DPR kepada KPK itu dikarenakan lembaganya menolak membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani.

"Karena itu termasuk dalam bagian proses yudisial di proses penyidikan KTP-elektronik pada saat itu dan juga proses penyidikan lain terkait dengan pemberian keterangan palsu oleh Miriam S Haryani yang saat ini kita tahu sudah terbukti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," ucap Febri.

Sebelumnya, Mahkamah dalam pertimbangannya berpendapat bahwa pokok permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Mahkamah berpendapat bahwa meskipun tergolong lembaga penunjang dan bersifat independen, KPK masih termasuk lembaga eksekutif karena melaksanakan tugas dan wewenang sebagai lembaga eksekutif.

Dengan demikian, DPR mempunyai hak untuk meminta pertanggungjawaban kepada KPK sama seperti KPK yang memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab kepada publik, jelas Hakim Konstitusi yang membacakan pertimbangan Mahkamah.

Adapun tiga perkara tersebut terdaftar dengan nomor 36/PUU-XV/2017, 37/PUU-XV/2017, dan 40/PUU-XV/2017.

Perkara nomor 36 dimohonkan oleh gabungan mahasiswa dan dosen fakultas hukum yang menamai diri mereka Forum Kajian Hukum dan Konsitusi (FKHK). Sementara itu perkara nomor 37 diajukan oleh Horas A.M. Naiborhu selaku Direktur Eksekutif Lira Institute, dan perkara nomor 40 diakukan oleh sejumlah pegawai KPK.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018