Surabaya (ANTARA News) - Kepolisian Sektor (Polsek) Bubutan Surabaya, Jawa Timur, menyelidiki unsur pornografi dan pornoaksi berdasarkan sebuah video viral di media sosial yang mempertontonkan tarian erotis dalam sebuah kontes burung berkicau di wilayah hukum setempat.

"Sampai sekarang lima orang sudah kami mintai keterangan terkait tayangan viral tarian erotis ini," ujar Kepala Polsek Bubutan Surabaya Komisaris Polisi Dies Ferra Ningtyas saat dikonfirmasi di Surabaya, Kamis.

Berdasarkan keterangan yang dihimpun polisi, kejadian tarian erotis itu berlokasi di eks lahan rumah tahanan militer Koblen, Bubutan, Surabaya.

"Tepatnya berlangsung pada hari Minggu, 14 Januari. Komunitas pencinta burung menggelar kegiatan kontes burung berkicau," katanya.

Kegiatan kontes burung berkicau yang mendatangkan ratusan peserta dan penonton itu, ujarnya, tidak mengantongi izin dari kepolisian.

Dia menjelaskan, dua penari erotis yang tampil di sela kegiatan lomba burung itu, yang kemudian tayangan videonya menjadi viral di media sosial, bukanlah penari profesional, melainkan perempuan pramuniaga, atau "sales promotion girl" (SPG), yang dipaksa menari oleh pihak panitia.

"Alasannya untuk meredam tensi suasana lomba agar tidak memanas," ujarnya.

Dua SPG yang menari erotis itu telah dimintai keterangan di Polsek Bubutan Surabaya.

"Jadi lima orang yang telah kami mintai keterangan, dua di antaranya adalah dua SPG ini, selain seorang dari pihak panitia, dan penonton," katanya.

Ferra mengatakan sampai sekarang pihaknya masih mendalami penyelidikan perkara ini, dengan mengumpulkan keterangan dari banyak saksi lainnya.

Dia memastikan, jika dalam penyelidikan ditemukan unsur pornografi atau pornoaksi, tentunya akan dilakukan tahapan hukum selanjutnya, atau meningkatkan status menjadi penyidikan.

Termasuk polisi mengembangkan penyelidikan ke arah Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektonik atau UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE yang dapat menjerat pelaku penyebaran video tarian erotis tersebut.

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018