Mahkamah berpendapat Permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum."
Jakarta (ANTARA News) - Amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf s dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah (UU Pilkada), yang diajukan oleh enam legislator dari DPD RI dan seorang anggota DPRD RI.

"Amar putusan mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung MK Jakarta, Kamis.

Ketujuh legislator itu menggugat ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada, yang mengatur tentang pengunduran diri anggota DPR, DPRD, dan DPD sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan Kepala Daerah.

Adapun tujuh legislator tersebut adalah H. Akhmad Muqowan, H. Muhammad Mawardi, H. Abd.Rahman Lahabato, M. Syukur, Intsiawati Ayus, H. Ahmad Kanedi dan Taufik Nugraha.

Kewajiban mengundurkan diri bagi para senator yang mengajukan diri sebagai calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah telah menjadi substansi putusan-putusan Mahkamah sebelumnya.

Para Pemohon dalam petitumnya juga meminta supaya Mahkamah dapat mengubah dan atau memberikan penafsiran baru terkait ketentuan a quo menjadi, "anggota legislatif yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak perlu mengundurkan diri, apabila pencalonan dilakukan di luar daerah pemilihannya."

"Mahkamah tidak menemukan adanya perubahan keadaaan berkenaan dengan keberlakuan UU Pilkada yang menyebabkan Mahkamah harus mengubah pendiriannya, apalagi untuk memberikan penafsiran konstitusional baru," ucap Hakim Konstitusi membacakan pertimbangan hukum Mahkamah.

Mahkamah kemudian menilai bahwa persoalan yang dialami oleh para Pemohon bukanlah persoalan konstitusionallitas norma.

"Mahkamah berpendapat Permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum," ujar Hakim Konstitusi membacakan pertimbangan Mahkamah.

Para Pemohon merasa ketentuan a quo menimbulkan kerugian konstitusional mereka karena para Pemohon harus mengundurkan diri dari jabatan mereka sebagai anggota legislatif apabila mencalonkan diri sebagai Kepada Daerah, sekalipun yang bersangkutan mencalonkan diri di daerah di mana dia sedang menjabat.

Menurut para Pemohon, hal itu merupakan diskriminasi karena hal serupa tidak berlaku bagi petahana.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2017