Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengecek soal peristiwa kecelakaan lalu lintas yang dialami Ketua DPR RI Setya Novanto di kawasan Pertama Hijau, Jakarta, Kamis malam.

"Dalam proses pencarian kami mendengar info kejadian yang terjadi malam ini. Tentu tim langsung melakukan pengecekan ke sana untuk melihat lebih jauh apa yang sebenarnya terjadi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis malam.

Lebih lanjut, Febri menyatakan tim KPK juga akan mengecek kondisi Setya Novanto yang saat ini menjalani perawatan di Rumah Sakit Medika Permata Hijau.

"Kami akan perhatikan bagaimana kondisi dari tersangka. Namun, kami juga akan melihat kronologis secara persis apakah kecelakaan itu, kalau memang benar terjadi dan berakibat tidak bisa dilakukan pemeriksaan atau tidak bisa mengikuti proses hukum lain atau masih bisa dilakukan pemeriksaan. Itu perlu dicek lebih lanjut," tuturnya.

Lebih lanjut, Febri juga mengatakan bahwa tim KPK juga akan mengecek apakah posisi mobil sedang dalam perjalanan menuju gedung KPK Jakarta atau tidak.

"Kami perlu lihat juga kalau benar kecelakaan terjadi, posisi mobil apakah menuju ke arah kantor KPK seperti yang disampaikan atau menuju arah lain dan secara teknis sejauh mana kondisi kejadian tersebut berakibat terhadap orang-orang di dalam mobil," ucap Febri.

Sebelumnya, KPK secara resmi menetapkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) kepada Setya Novanto.

Febri menyatakan status DPO diputuskan setelah Setya Novanto tidak kunjung datang atau menyerahkan diri ke KPK sampai Kamis (16/11) maghrib.

"Sampai akhirnya diputuskan pembicaraan internal KPK. Akhirnya diputuskan oleh pimpinan KPK mengirimkan surat ke Mabes Polri. Tembusan ke Kapolri dan NCB Interpol menjadikan nama yang bersangkutan masuk ke dalam DPO," papar Febri.

Menurut Febri, berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf h dan Pasal 12 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, KPK bisa meminta Polri untuk membantu pencarian itu.

Setya Novanto ditetapkan kembali menjadi tersangka kasus korupsi KTP-e pada Jumat (10/11).

Setya Novanto selaku anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjono, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Dirjen Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi, menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sehingga diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atas perekonomian negara sekurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam pengadaan paket penerapan KTP-e 2011-2012 Kemendagri.

Setya Novanto disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atas nama tersangka.

Setya Novanto pun telah mengajukan praperadilan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (15/11).

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar itu juga pernah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus proyek KPK-e pada 17 Juli 2017 lalu.

Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar pada 29 September 2017 mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto sehingga menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017