Kuala Lumpur, Malaysia (ANTARA News) - Konsulat Jendral Indonesia di Kota Kinabalu kembali berhasil menyelamatkan seorang WNI dari ancaman tiang gantung menjadi "kelalaian yang menyebabkan kematian" dengan ancaman hukuman maksimal 30 tahun penjara.

Ketua Satgas Perlindungan WNI/Koordinator Fungsi Konsuler Konsulat Jenderal Indonesia di Kota Kinabalu, Hadi Syarifuddin, Rabu, mengatakan, pada sidang Mahkamah Tinggi Daerah Sandakan Sabah, Senin (13/11), Herman bin Sudding, nelayan asal Palopo Sulawesi Selatan dibawa ke sidang mahkamah.

"Dia didakwa telah menyerang dengan menggunakan sebatang besi sehingga mengakibatkan kematian rekannya sesama nelayan bernama Sudirman bin Teppu di suatu kedai di Jalan Oldslip Way Sandakan, pada Februari 2016 sekitar pukul 5.30 pagi," katanya.

Tim Pembela dari kantor pengacara Farazwin Haxdy Solicitors & Advocates yang ditunjuk oleh KJRI Kota Kinabalu berhasil meyakinkan Hakim Martin, dari Mahkamah Tinggi Daerah Sandakan untuk mengalihkan tuntutan Timbalan Pendakwa Raya (JPU) terhadap tertuduh.

"Dakwaan awal adalah 'membunuh dengan sengaja' berdasarkan Seksyen 302 Kanun Keseksaan dengan ancaman hukuman gantung sampai mati, dan kemudian dialihkan menjadi `kelalaian yang menyebabkan kematian` berdasarkan Seksyen 304 Kanun Keseksaan dengan ancaman hukuman maksimal 30 tahun penjara," katanya.

Dia mengatakan peristiwa diawali pertengkaran antara keduanya setelah korban memakinya dalam bahasa Bugis, kemudian tertuduh menyerang korban dengan sebatang besi sehingga korban tewas dengan kecederaan parah di kepala.

"Tertuduh kemudian melarikan diri dan bersembunyi di rumah rekannya sebelum tertangkap beberapa hari kemudian. Atas kesalahan itu, JPU Franklin Ganggan Bennet menuntut tertuduh berdasarkan Seksyen 302 Kanun Keseksaan atas pertimbangan bahwa luka-luka pada tubuh korban sebanyak 14 tempat begitu berat sehingga menurutnya tertuduh layak diberi ganjaran setimpal," katanya.

Hadi Syarifuddin menjelaskan bahwa tuntutan terhadap tertuduh dialihkan dari Seksyen 302 menjadi Seksyen 304 adalah keberhasilan tim pembela meyakinkan hakim bahwa saat terjadinya peristiwa, baik tertuduh maupun korban dalam keadaan mabuk berat dan korban bersikap provokatif yang menyebabkan tertuduh gagal mengontrol emosi.

Di samping itu, tertuduh sama sekali tidak mengenal korban sebelumnya sehingga tidak ada indikasi perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja.

Tim Pembela juga memohon agar hakim mengalihkan atau meringankan tuduhan mengingat tertuduh memiliki isteri dan empat orang yang perlu dinafkahi, dan selama 20 tahun berada di Sabah dikenal sebagai WNI/TKI yang sopan, pandai bergaul dan belum pernah melakukan perbuatan melanggar hukum sebelumnya.

Selain itu, ujar dia, bahan bukti yang diajukan JPU berupa sebatang besi berukuran satu meter adalah bukan milik tertuduh, melainkan dijumpai di dekat tempat sampah.

Oleh sebab itu argumentasi tim pembela bahwa perbuatan tersebut dilakukan tidak sengaja, atau spontan dilakukan tanpa sadar akibat pengaruh minuman keras.

Sementara itu Konsul Jenderal RI Akhmad DH Irfan yang dihubungi secara terpisah mengatakan, pihaknya telah mengawal kasus ini sejak awal, mendampingi tertuduh saat proses interogasi di Balai Polis Sandakan, menemuinya ke penjara Sibuga, Sandakan dan menunjuk pengacara Farazwin Haxdy untuk memberikan pembelaan di Mahkamah.

"KJRI Kota Kinabalu melakukan upaya-upaya pendampingan hukum bagi WNI yang terancam hukuman mati di wilayah kerja dengan tetap menghormati hukum setempat. Dalam kasus Herman ini, semua celah hukum kami manfaatkan untuk mengupayakan proses hukum kepada yang bersangkutan berlangsung adil," lanjut Irfan.

Dalam kurun waktu 2015 - 2017, KJRI Kota Kinabalu telah menangani 21 kasus WNI yang terancam hukuman mati dan sebagian besar karena terlibat tindak pidana pembunuhan.

Dari jumlah tersebut tujuh orang berhasil dibebaskan dari hukuman mati, tiga orang inkracht dan sedang dalam proses permohonan pengampunan (pardon) kepada Yang Dipertua Negeri Sabah, empat orang sedang dibicarakan di tingkat Mahkamah Tinggi dan tujuh orang sedang dalam proses penyidikan dan pengumpulan bukti-bukti.

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017