Jakarta (ANTARA News) - Mantan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Busyro Muqoddas, dan tiga badan hukum yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan KPK dari Angket DPR hari ini mendaftarkan permohonan uji materi terhadap Pasal 78 ayat (3) dan Pasal 199 ayat (3) UU MD3 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Ketiga lembaga hukum itu adalah Indonesia Corruption Watch (ICW), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

"Kami mendaftarkan kepada MK tentang UU MD3, kami minta MK menafsirkan Pasal 79 ayat (3) dan Pasal 199 ayat (3) tentang kewenangan DPR melakukan hak angket terhadap KPK," ujar perwakilan YLBHI, Muhammad Isnur, di Gedung MK Jakarta, Kamis.

Pemohon meminta MK memberikan tafsir konstitusional bahwa DPR tidak bisa melakukan hak angket kepada KPK karena menurut putusan MK tahun 2006, KPK adalah lembaga yudikatif yang bukan cakupan hak angket DPR untuk diselidiki.

"Menurut tafsir yang ada seharusnya KPK itu lembaga independen yang tidak bisa diawasi oleh lembaga mana pun," kata Muhammad.

Pemohon juga meminta MK memberikan penjelasan dan tafsir dari frasa "strategis berdampak luas".

"Kami memandang hak angket ini adalah bagian dari gerakan politik atau serangan balik terhadap KPK karena KPK menyelidiki kasus e-KTP dan kasus lainnya, jadi ini bukan kepentingan bangsa dan negara," kata Muhammad.

Pemohon berpendapat pasal-pasal yang didaftarkan untuk diuji telah menghambat pemberantasan korupsi oleh KPK karena ada penyalahgunaan wewenang DPR dalam sistem pemerintahan presidensil.

Muhammad menegaskan, apabila pasal yang didaftarkan untuk diuji tidak memiliki makna yang sesuai dengan kepastian hukum yang adil, maka pasal a quo tentu tidak menciptakan manfaat bagi masyarakat bahkan menghambat tujuan kemakmuran rakyat berdasarkan UUD 1945.

Usul hak angket tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Rabu (19/4) dini hari karena KPK menolak membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S. Haryani di luar persidangan, dalam kaitannya dengan kasus e-KTP.

Pada sidang dugaan korupsi KTP-E pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus ini, Novel Baswedan, mengatakan Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran e-KTP.


Pewarta: Maria Rosari
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017